Selamat Hari Raya Idul Fitri

Pengurus Ma'had AL-Munawwarah UIR mengucapkan selamat hari raya idul fitri, minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan bathin. email:mahaduir@gmail.com

Kamar Putra

Mari bergabung di Ma'had Al-Munawwarah UIR.

Asrama Putri UIR

email : mahaduir@gmail.com

Kamar Putri

Mari bergabung di Ma'had Al-Munawwarah UIR.

Asrama Putra

email : mahaduir@gmail.com

apa ini

apa ini

Wednesday, 29 July 2015

NARA HUBUNG

Informasi :

RENI DIANA ( 0852 7450 1864 )
MUHAMMAD AZUARDI HARUN, S.Pd ( 0853 6508 9711 )

Pos Elektronik : mahaduir@gmail.com
Facebook         : Ma'had Al-Munawwarah
FansPage         : Mahad Al-Munawwarah

PROGRAM KERJA MA'HAD AL-MUNAWWARAH UIR

PROGRAM KERJA MA’HAD AL-MUNAWWARAH UIR MELIPUTI:


        
  Bidang Pendidikan, meliputi segala kegiatan / program pengajaran, pengkajian dan pendalaman ilmu keIslaman seperti pengajaran, pengkajian dan pendalaman ilmu-ilmu keislaman seperti ilmu Tauhid, Ulumul Quran, Ulumul Hadist, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Terjemahan, Islam dan Sains,
  1. Ma’had mengelola jadwal tahsin dosen.
  2. Ma’had mengelola jadwal tahsin masyarakat.
  3. Ma’had mengelola MDA Tahfizh untuk anak-anak dosen, anak-anak karyawan dan anak-anak masyarakat setempat.
  4. Ma’had mengelola penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab dan kitab kuning.
  5. Ma’had mengelola pelatihan, bimbingan keIslaman dan pesantren kilat.
  6. Pengajar (Murabbi/ah) pengembangan pendidikan seperti poin 1-5 diatas, dikontrol oleh ma’had melalui sekretaris dan segala yang bersangkut paut dengan keuangannya dikelola oleh Ma’had melalui bendahara Ma’had.
       Bidang Pemondokan, meliputi segala kegiatan/program Ma’had Al-Munawwarah seperti Tahfizh Al-Qur’an pembinaan, persaudaraan, muhadharah dan musabaqah, yang dikontrol oleh sekretaris bekerjasama dengan muwajjih/ah, musyrif/ah dan tim tahsin bacaan Al-Qur’an.
               Bidang pengembangan usaha Ma’had, meliputi ATK dan buku, barang harian, aneka makanan dan laundry yang dikontrol bendahara Ma’had.

Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Bani Nadhir)

TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 11)

Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik
terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Bani Nadhir)


 Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang dibahas dengan ayat lalu
Kelompok ayat yang lalu (ayat 8) berisi tentang keistimewaan orang-orang beriman terdahulu (muhajirin) disusul (ayat 9) tentang keistimewaan orang-orang Anshar dan ditutup uraian seputar keistimewaan orang yang beriman sesudah dua kelompok pendahulunya sampai akhir masa (ayat 10). Mereka saling tolong-menolong dengan tulus sebab mereka melayani Allah Swt dan membantu dakwah rasul-Nya.

Kelompok ayat yang kita bahas ini (ayat 11-12) berisikan tentang keburukan orang-orang orang-orang munafik yang berkawan dengan orang-orang kafir (yahudi).

Jadi hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan Al-Mudhaddah (kebalikan). Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari dua segi : Pertama, yakni kebalikan pembahasan yang berhak menerima harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang beriman sesudah mereka). Kedua, yakni kebalikan dari karekteristik kepribadian yang diistimewakan yakni orang-orang yang terlaknat seperti kaum munafik yang menjanjikan kesetiakawanan dan bantuan pertolongan kepada orang-orang kafir dari sebagian ahli kitab (Yahudi) yang dimurkai.

Oleh sebab itu pembahasan ayat ke 11-12 ini penulis beri judul “Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab”.

Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لا يَنْصُرُونَهُمْ
وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ (12)

Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik  yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu." Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.

Tafsir Ringkas : Penjelasan secara Umum
Setelah Allah menyebutkan tiga tingkatan kaum mukmin dengan aneka keistimewaan mereka, selanjutnya Allah merekamnya pula prihal orang-orang munafik dengan saudara mereka orang-orang kafir dari ahli kitab dengan aneka keburukannya.

Hal ini juga sekaligus untuk menggambarkan tentang keburukan orang-orang munafik saat pengepungan Bani An-Nadhir oleh Rasulullah dan sahabatnya. Orang-orang munafik memperlihatkan kesetiakawanannya dan menjanjikan bantuan pertolongan untuk yahudi Bani Nadhir. Ini adalah suatu yang amat mengherankan sekaligus menampakkan betapa jauhnya hati mereka dari Islam dan betapa terlihatnya dengan jelas permusuhan dan kepalsuan di hati mereka terhadap Rasulullah dan umat Islam sebagaimana terbaca dalam kalimat yang memang mengherankan : “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab (Bani an-Nadhir) dalam ayat ini, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu tidak usah takut); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun seperti kepada Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu sebab diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan yang ketiga jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu, jadi kalian wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Padahal itu hanyalah tipu daya saja. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Allah menegaskan dengan penegasan yang yang berulang-ulang tentang keduastaan mereka itu, pertama : Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, dan yang kedua : sesungguhnya jika mereka sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak akan menolongnya dari kalangan Bani An-Nadhir; ketiga : sesungguhnya jika mereka menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.

Tafsir Terperinci : Penjelasan yang lebih panjang
Pertanyaan أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا  (Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik), sebenarnya adalah ungkapan yang mengheran. Agaknya wajar saja disebut mengherankan sebab mereka itu sebenarnya adalah muslim. Sepatutnya orang muslim membantu kepentingan dan berpihak kepada orang muslim pula. Namun tidak demikian bagi orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul, Abdullah Ibn Nabtal, Rafa’ah Ibn Zaid dan lain-lain. Mereka dalam konteks ayat ini malah menawarkan kesetiakawanan dan janji pertolongan kepada pihak musuh Islam yakni, Bani An-Nadhir waktu itu.

Kata نَافَقُوا  (Orang-orang munafik), pada mulanya terambil dari kata nafaq yang bermakna terowongan. Kehidupan mereka bagaikan berada dalam terowongan. Siang atau malam mereka berjalan dan bersembunyi dalam terowongan agar kebusukan mereka terlindungi. Terowongan yang melindungi mereka tersebut sebenarnya tidaklah kuat untuk dijadikan sebagai tempat bersembunyi, sebab mereka hanyalah bersembunyi di dalam terowongan kebohongan. Kerongkongan yang mereka gunakan untuk bernafas terisi penuh dengan kebohongan persis bagaikan terowongan tipis yang melindungi kebohongan mereka dan kebohongan mereka tersebut pula datang melalui saluran terowongan kerongkangan mereka yang tersambung dari hati yang banyak berbohong untuk keluar ke arah lisan mereka yang sering berbohong pula. Kata An-Nafiqa’i yang masih seakar kata dengan nafaq mengandung makna “sejenis lubang tanah yang dibuat oleh tikus untuk bersembunyi guna menyelamatkan dirinya. Biasanya ia menutupinya dengan tanah tipis di atas lubang persembunyiannya itu. Jika ia takut maka ia lari mendorong tanah penutup tersebut”. Apabila ia terancam dari lubang yang pertama (an-Nafiqai’), maka ia akan lari keluar melalui lubang yang kedua (Al-Qashi’a’i). Sebaliknya apabila ia terancam dari lubang kedua maka ia akan keluar melalui lubang yang pertama. Begitulah hakikatnya orang munafik. Mereka kadang menampak diri mereka sebagai seorang muslim dan di lain waktu mereka berpihak pula pada orang-orang yahudi atau menampakkan kekufurannya. Anehnya mereka selalu mengaku sebagai kawan setia sungguh sangat mengherankan atau tidak lagi mengherankan. Sebab, ini telah dijelaskan dalam ayat : وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok (dengan mereka orang muslim). (QS. Al-Baqarah [2]: 14).

Kebohongan lisan mereka bermula dari kepalsuan hati mereka lalu berpadu antara keduanya maka amal perbuatan menjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. Keadaan demikian tampak akan berlansung secara bersinambungan sampai akhir masa. Dimanapun, kapanpun melalui ayat ini Allah mewanti-wanti umat Islam terhadap orang-orang munafik ini. Karena mereka akan senantiasa bersifat demikian. Hal ini tampak pada kelanjutan firman-Nya : يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ  (mereka berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab). Kata يَقُولُونَ adal fi’il mudhari’ yang bermakna mereka sedang dan akan tetap berkata secara bersinambung seperti itu. Demikianlah sifat orang munafik. Saat terjadi pengepungan terhadap Bani An-Nadhir malah mereka berjanji setia dan menawarkan bantuan terhadap orang Bani Nadhir.
Kemudian kata لإخْوَانِهِمُ (kepada saudara-saudara mereka). Saudara yang dimaksud di sini adalah yahudi Bani An-Nadhir. Kata إخْوَانِ pada kalimat لإخْوَانِهِم, mulanya berasal dari kata akhun yang berarti persamaan. Orang-orang munafik bersaudara dengan orang-orang yahudi karena mereka memiliki persaman. Menurut penuturan Syaukani yakni persamaan dalam kekufuran kepada Allah. Menurut penulis persamaan yang dimaksud dalam segala hal yakni; persamaan hatinya, pikirannya atau ide-idenya, cita-citanya, geraknya, langkahnya dan arah perjuangan mereka. Hati mereka penuh dengan kedustaan, pikiran mereka jahil, cita-cita mereka laknat, gerak mereka teror, langkah mereka onar dan arah perjuangan mereka kemurkaan Allah. Hal ini berkebalikan total dari bentuk persaudaraan kaum mukminin dimana hatinya penuh dengan dzikir, pikirannya mahir, cita-citanya karim, geraknya ibadah, langkahnya ahsan dan arah perjuangan mereka ridha Allah swt.

Huruf lam yang ada pada kalimat لإخْوَانِهِمُ, dinamakan dengan lamutabligh (lam untuk menyampaikan). Sebagian pendapat ada yang mmengatakan ini adalah perkataan orang-orang yahudi Bani Nadhir kepada Bani Quraizhah. Namun mayoritas ulama lebih meyakini ini adalah perkataan orang-orang munafik kepada Bani Nadhir, sebab orang-orang bani Nadhir dengan Bani Quraizhah adalah sama-sama dari kalangan yahudi. Sedangkan kaum munafik bukanlah orang yahudi.

Setelah Allah menguraikan secara mengherankan bahwa orang-orang munafik yang sebenarnya beragama Islam itu berkata kepada orang Bani An-Nadir yang mereka anggap saudara, selanjutnya diuraikan janji kesetiakawanan mereka dan pertolongan bantuan mereka : لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ (Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.).

Dalam ayat ini terdapat tiga janji mereka, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu tidak usah takut dan kita akan berpindah bersama-sama membawa harta dan  keluarga); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami tidak akan patuh kepada siapapun yakni kepada Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu selama-lamanya, sebab diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan lalu yang ketiga jika kamu sampai diperangi pasti kami akan membantu kamu dalam memerangi Muhammad dan kawan-kawannya. Jadi kalian wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Tetapi itu hanyalah tipu daya mereka saja yang memang sudah mendarah daging kebohongan mereka. Allah menegaskan : وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ  (Dan Allah menyaksikan baik zhahir maupun bathin mereka bahwa mereka benar-benar pendusta yang sudah berkarat kedustaannya). Maksudnya menurut Ibn Katsir : لكاذبون فيما وعدوهم به (mereka pasti berbohong menyangkut apa yang telah mereka janjikan).

Melalui ayat berikut Allah pastikan bahwa tiga janji mereka di atas adalah benar-benar dusta belaka :
لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12)
(Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan).

Melalui ayat ini Allah memastikan kedustaan mereka, pertama : Sesungguhnya wahai orang-orang beriman jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, itu tidak akan mereka lakukan. Jadi kaum muslimin tidak usah gentar pula mendengar hal itu. Jangan kalian berpikir kalau mereka yahudi akan bertambah jumlahnya dengan bergabungnya orang munafik dipihak mereka. Itu tidak akan terjadi; dan yang kedua : sesungguhnya jika mereka (Bani Nadhir) sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak akan menolongnya. Maksudnya kata Ibn Katsirلا يقاتلون معهم  (mereka tidak akan berperang bersamanya). Sebab itu hanyalah upaya mereka dalam mencari muka saja agar mendapatkan harta benda mereka. Mereka hanyalah orang yeng menggunakan kesempatan dalam kesempitan Bani Nadhir saja. Mereka hanya akan memperkeruh dan memperkusut keadaan Bani Nadhir saja ; ketiga : sesungguhnya jika seandainya mereka (Munafik) menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan untuk selamanya, baik kini maupun yang akan datang. Secara berkelanjutan orang-orang munafik itu tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dari Allah Swt., sebab kemunafikan mereka itu tidak akan hilang oleh waktu walau kematian sekalipun. Ketika berbangkit kemunafikan mereka itu masih lagi melekat dalam benak, pikiran, lisan dan badanya sebagaimana terbaca : وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (28) (Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka). (QS. Al-An’am [6]: 28).

Kalimat لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ (niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang) ini menunjukkan arah lari mereka atau arah perjuangan mereka hanyalah ke belakang. Mereka memilih untuk menghindar dari perperangan dikarenakan mereka takut bila berhadapan dalam saling bunuh-membunuh. Apabila pasukan sudah bertemu mereka digambarkan akan lari terbirit-birit menyelamatkan diri dari medan pertempuran. Seandainya pun mereka bergabung, mereka hanya akan berpaling lari ke belakang. Bahkan seandainya orang-orang munafik diajak berperang di jalan Allah untuk memerangi orang-orang musyrik, maka mereka selalu mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang, sebagaimana diabadikan dalam firman-Nya :
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا (72) وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا (73)
(Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: “Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka”. Dan sungguh jika kamu memperoleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia (sambil berkata): “duhai seandainya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)”. (QS. An-Nisa’ [4]: 72-73).

Disini kata belakang dipakai أَدْبَار untuk menunjukkan betapa buruknya kebersamaan mereka. Kata أَدْبَار secara bahasa berarti lubang belakang (dubur). Agaknya sewaktu mereka berlari atau kabur dari medan perjuangan itu, mereka lari tunggang-langgang dan yang kentara terlihat dari mereka hanyalah bokongnya. Atau juga betapa takutnya mereka akan perperangan tersebut atau juga sangkin buruknya keyakinan mereka dan hati mereka, mereka pergi meninggalkan medan pertempuran sambil menggoyangkan bokong mereka atau juga untuk menunjukkan kehinaan sikap dan mental mereka tidak lebih mulia dari sekedar lobang dubur, atau juga makna-makna lainnya.

Kesimpulan : Intisari Ayat
Kemunafikan bermuara dari hati yang palsu, lisan yang dusta dan perbuatan yang tidak seirama dengan yang apa yang diucapkan. Mereka yang demikian tidak akan pernah menjadi muslim seutuhnya. Selayaknya muslim bersaudara dengan muslim lainnya. Tapi kemunafikan menjadikan orang munafik malah mereka bersaudara dengan orang-orang kafir atau yahudi. Sungguh mereka jauh dari karekteristik mulia. Wajar saja kehinaan demi kehinaan yang mereka lakukan itu hanya membuat mereka tidak dapat memiliki sifat-sifat istimewa sebagaimana yang disandang oleh tiga tingkatan kaum mukmin sebagaimana telah dijelaskan pada kelompok ayat sebelum ini.

Al-Fakir Adh-Dha’if  : Isran Bidin, MA

(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)

Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar

TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 10)

Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar
    


Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang dibahas dengan ayat lalu
Kelompok ayat yang lalu dipaparkan keistimewaan orang-orang muhajirin (ayat 8) dan keistimewaan orang-orang Anshar (ayat 9).

Kelompok ayat yang kita bahas ini (ayat 10) diterangkan pula keistimewaan orang-orang beriman yang datang sesudah mereka (muhajirin dan Anshar) sampai akhir masa.

Jadi hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan kelanjutan. Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari dua segi : Pertama, yakni kelanjutan pembahasan yang berhak menerima harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin dan Anshar). Kedua, yakni kelanjutan dari karekteristik kepribadian yang diistimewakan. Artinya selain dari golongan istimewa terdahulu itu, adalagi golongan yang diistimewakan oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang bersih hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan yang tulus antar sesama mereka, dan ini semacam dorongan bagi umat Islam secara umum untuk mencapai prediket sebagaimana yang dimaksud dalam ayat ini.

Keistimewaan Muhajirin dan Anshar telah dikemukan pada ayat 8-9 yang lalu. Kini kita akan kenali pula keistimewaan orang-orang yang datang sesuadah mereka. Oleh sebab itu pembahasan ayat ke 10 ini penulis beri judul “Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar”.

Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
Dan Orang-Orang Yang Datang Sesudah Mereka. Mereka Berdoa :”Ya Tuhan Kami, Berilah Keampunan Buat Kami Dan Saudara-Saudara Kami Yang Telah Mendahului Kami Beriman, Dan Janganlah Engkau Membiarkan Dalam Hati Kami Kedengkian Terhadap Orang-Orang Yang Beriman. Ya Tuhan Kami Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Tafsirnya Ringkas : Penjelasan secara Umum
Dan selain dari golongan Muhajirin dan Anshar, berhak pula orang-orang yang bersih hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan antar sesama mereka tanpa kedengkian dan wajar pula mereka itu dipuji, yakni orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar). Siapapun mereka itu sampai hari kiamat tiba. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti keimanan, sifat dan kebiasaan hidup pendahulu mereka. Mereka berdoa dengan doa yang menghormati lagi memuliakan pendahulu mereka tersebut dengan lantunan :”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami, yakni ampunilah dosa-dosa kami, maafkanlah kami, tutupilah aib-aib kami, jauhkanlah kami dari keburukannya dan dampak-dampak yang ditimbulkannya dan begitu pula buat saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kami sedikitpun kedengkian (kebencian, iri hati, memusuhi, menyelisihi dan melaknati) terhadap orang-orang yang beriman walaupun imannya belum mantap tetapi mereka telah mendahului kami dalam beriman ataupun orang-orang yang beriman setelah kami. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Tafsir Terperinci : Penjelasan yang lebih panjang
Kata جَاءُوا berarti mereka datang. Lebih jelasnya dapat dipahami dalam dua makna. Pertama dalam arti kedatangan jasmani. Kalau demikian maka yang dimaksud adalah kedatangan para Muhajirin ke Madinah sebab Kaum Anshar telah beriman (telah memeluk Islam) sebelum kedatangan para Muhajirin di sana. Kedua dalam makna sifat atau karakter. Jika demikian maka yang dimaksud adalah kehadiran orang-orang yang mengikuti keimanan, sifat dan kebiasaan hidup Muhajirin dan Anshar. Jadi siapapun, dimanapun dan kapanpun, apabila mereka meneladani kaum Muhajirin dan Anshar dalam waktu yang tidak terbatas sampai akhir masa termasuk kelompok ini. Dengan begitu menjadikan mereka sebagai kelompok istimewa yang ketiga dari umat Nabi Muhammad Saw., yakni Muhajirin, Anshar dan mukminin sesudah mereka.

Adanya kelompok istimewa yang ketiga ini juga diakui oleh Umar ibn Kaththab. Setelah penaklukan Syam dan Persia saat menentukan kebijakan tentang wilayah yang telah dikuasai,  beliau berkata : “Kalaulah bukan karena adanya kaum muslimin di masa mendatang, niscaya setiap negeri yang kita kuasai akan saya bagikan kepada pasukan yang berhasil menguasainya (HR. Bukhari dari Zaid ibn Aslam dari Bapaknya Aslam. Aslam adalah pelayan pribadi Umar)”. Dengan disaksikan oleh shahabat utama lainya seperti Ustman ibn ‘Affan, Ali ibn Abi Thalib, pada mulanya pendapat Umar tersebut sempat ditentang oleh Abdurrahman ibn ‘Auf, namun akhirnya beliau menerima pandangan Umar setelah Umar mengingatkan tentang manfaat yang lebih besar bagi kaum belakangan, penyamarataan kesejahteraan dan terpenuhinya rasa keadilan rakyatnya. Sampai-sampai ia berujar : “Apa yang kita kumpulkan ini harus dirasakan oleh semua orang tak terkecuali petani atau pengembala di gunung Sa’a (Yaman) dan jangan sampai orang-orang belakangan berkata dikemudian hari karena kita telah membagi kepada siapa saja yang menakkukannya, apa yang harusnya hak kita telah habis dibagi oleh pemimpin terdahulu; inilah warisan buruk pemimpin sebelum kita”. Keesokan harinya Umar membacakan ayat 8-9 dari surah yang kita tafsirkan ini. Lalu beliau berkata : bukan buat mereka saja tetapi juga (lalu beliau membacakan ayat 10 dari surah ini). Argumennya tersebut menguatkan bahwa tidak seorang muslimpun yang tidak termasuk dalam ayat ini.

Saat ibn Abi Waqash pernah berkata : Manusia ada tiga tingkatan; telah berlalu dua tingkatan dan tersisa satu tingkatan. Jadi sebaik-baik yang bisa kalian peroleh adalah tingkatan ini yang masih ada (lalu ayat) : وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka…(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Masih lagi menyangkut kelompok ketiga, Ibn Kastir menerangkan dalam tafsirnya :
هؤلاء هم القسم الثالث ممن يستحق فقراؤهم من مال الفيء، وهم المهاجرون ثم الأنصار، ثم التابعون بإحسان، كما قال في آية براءة: {وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَاروَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ } [التوبة : 100]
Mereka adalah kelompok ketiga, orang-orang fakir dari ketiga kelompok yang mendapat harta fa’i. mereka adalah orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang mengikuti kedua golongan tersebut dengan baik sebagaimana firman Allah :“Orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada mereka (QS. At-Taubah [9] : 100)”.

Doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang beriman setelah Muhajirin dan Anshar sebagaimana terbaca pada ayat 10 ini, adalah ungkapan jujur dari hati yang bersih sekaligus mengajarkan kepada kaum musklimin hendaknya selalu menghormati generasi terdahulu, tidak benci, tidak iri hati, tidak memusuhi apalagi melaknati atas keutamaan atau keadaan mereka. Keutamaan mereka tersebut harus diakui sebab mereka yang telah merasakan perjuangan bersama Rasulullah Saw., mereka langsung diasuh oleh beliau Saw. Mereka berperang, berhijrah (Muhajirin), mengorbankan harta benda  dan rela berbagi (Anshar) bersama beliau Saw.  Mereka yang mengikuti jejak langkah keimanan (mereka Muhajirin dan Anshar), sifat-sifat mereka, kebiasaan hidup mereka atau gaya hidup mereka; mereka berhak mendapatkan harta fa’i dan menyandang sifat-sifat istimewa apatahlagi setetalah mereka ridha dalam beriman dan berislam sehingga Allah pun ridha ke atas mereka.

Pendapat lain dinukil dari Imam Syaukaniy : Mereka adalah orang-orang yang berhijrah setelah kuatnya Islam. Zahirnya ayat ini mencakup semua yang datang setelah para shahabat pendahulu yaitu yang memeluk Islam juga belakangan namun masih masa Nabi Saw dan orang-orang yang yang mengikuti mereka setelah masa Nabi Saw hingga dunia kiamat. Berarti orang-orang yang berhijrah setelah fathu makkah, tidak termasuk Muhajirin, ia termasuk kelompok ketiga juga. Ini sesuai dengan firman Allah :
لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“….Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan Makkah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti menyangkut apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid [57] : 10)”.

Menyangkut doa orang-orang yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar ”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman”, Imam Syaukaniy mengatakan itu adalah hal yang selayaknya diungkapkan oleh orang-orang beriman belakangan. Kata beliau juga, setelah Allah memerintahkan mereka memohonkan ampunan bagi orang-orang Muhajirin dan Anshar, Allah memerintahkan mereka agar memohon untuk dihilangkanغِلا  dari hati mereka terhadap orang-orang yang beriman secara muthlak, termasuk juga para shahabat Nabi Saw., karena merekalah kaum Mukmin yang paling mulia. Lanjut beliau bila ada orang tidak memohonkan keampuanan buat mereka bahkan sampai menyelisihi mereka, maka orang tersebut telah ditipu oleh syaithan dan akan mendapatkan kemurkaan dari Allah Swt.

Kata غِلا maknanya menurut ibn katsir بغضًا وحسدًا yakni membenci dan hasad. Buruknya lagi orang yang mempunyai sifat dengki dan membenci ini berkembang menjadi iri hati, menyelisihi, memusuhi, melaknati dan melakukan sesuatu yang buruk terhadap orang yang didengkinya. Orang yang mempunyai sifat dengki biasanya bersedih hati jika yang didengkinya mendapat kebaikan dan sebaliknya bergembira bila yang didengkinya mendapat keburukan. Hal ini diterangkan Allah dalam firman-Nya : “Apabila engkau disentuh (memperoleh) sedikit kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Akan tetapi apabila engkau ditimpa sedikit keburukan, niscaya mereka bergembira ria karenanya. Jika engkau bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. Ali ‘Imran [3] : 120)”.

Demikian buruknya sifat dengki ini, melalui riwayat Abu Hurairah, wajar saja Rasulullah Saw bersabda : “Jagalah kalian dari sifat dengki. Sesungguhnya perasaan dengki itu akan memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar yang kering (lafazh yang lain (melalap rumput)). (HR. Abu Daud)”.

Dalam kesempatan yang lain berdasarkan riwayat Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda : “Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi (melongos) dan saling memutuskan (hubungan persaudaraan). Dan jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara. Demikian pula, tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudarnya lebih dari tiga hari (HR. Bukhari-Muslim)”.

Sifat dengki ini tidak boleh kecuali kepada dua golongan sebagaimana sabda Nabi Saw : “Tidak boleh dengki kecuali kepada dua golongan. (pertama) terhadap orang yang Allah memberinya harta yang banyak, lalu dia belanjakan untuk dihabiskan di jalan kebaikan. (kedua) orang yang Allah memberinya ilmu yang banyak, lalu ia beramal dengannya dan mengajarkan manusia dengannya. (HR. Jama’ah)”.

Muslim tingkatan yang ketiga ini, diistimewakan Allah sebab : Pertama, karena mereka adalah orang yang beriman dan tulus pula keimanan mereka. Mereka memohonkan keampunan buat pendahulu mereka. Mereka mengikuti jejak keislaman para Muhajirin dan Anshar. Kedua, karena mereka mempunyai hati yang bersih. Tidak menaruh rasa dengki sedikitpun sebagaimana kaum Anshar. Hati mereka lembut, tidak kikir apalagi angkuh, membenci dan memusuhi. Semua itu jauh sekali dari diri mereka. Hati mereka bening dalam keikhlashan. Wajar saja mereka ini mendapat keistimewaan dari Allah Swt. Sebaliknya orang yang tidak mengikuti jejak pendahulu dan kotor hatinya tidak akan mendapatkan keistimewaan dari Allah. Mereka tidak berhak mendapatkan harta fai’. Begitu pula tidak wajar menerima santunan, infak, shadaqah zakat seandainya mereka itu susah. Imam Syaukani menyebut mereka yang membenci para shahabat sebenarnya telah kafir.

Ibn Katsir memuji pendapat Imam malik menyangkut kesimpulan beliau dari ayat 10 surah ini, katanya :
وما أحسن ما استنبط الإمام مالك من هذه الآية الكريمة: أن الرافضي الذي يسبّ الصحابة ليس له في مال الفيء نصيب لعدم اتصافه بما مدح الله به هؤلاء في قولهم: { رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ }
“Bahwa kaum rafidhah (sempalan Syi’ah) yang telah mencaci maki para shahabat Nabi Saw., tidak berhak mendapatkan harta fa’i ini. Karena di dalam diri mereka tidak terdapat sifat-sifat yang ada pada orang-orang yang telah dipuji oleh Allah; yaitu orang-orang yang dengan tulus mendokan : ”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Ismail ibn Ulaiyyah meriwayatkan Aisyah pernah berkata : “Kalian telah diperintahkan memohonkan ampunan bagi para Shahabat Muhammad Saw., tetapi kalian justru mencaci-maki mereka. Terangnya : aku pernah mendengar Nabi kalian Saw bersabda : "لا تذهب هذه الأمة حتى يلعن آخرها أولها". رواه البغوي (Umat ini tidak akan binasa, hingga orang-orang terakhir dari mereka melaknat para pendahulunya (HR. Baghawiy))”.

Dalam kesempatan yang lain melalui riawayat Ibn Mardawaih, Aisyah berkata pula : “Mereka diperintahkan untuk memohonkan ampun buat para shahabat Nabi Saw, namun mereka (rafidah) justru mencela mereka (Muhajirin dan Anshar). Lalu Aisyah membacakan ayat وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka….(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Kesimpulan : Intisari Ayat
Memohonkan keampunan buat diri mereka dan orang-orang beriman terdahulu (Muhajirin dan Anshar) serta memohonkan kejernihan hati dari kedengkian. Kelihatannya sedikit sekali yang menyebabkan mereka dipuji oleh Allah. Tetapi apabila kita hayati dua faktor tersebut sebenarnya telah mencakup keseluruhan dari pengamalan Islam seseorang muslim. Dengan memohonkan keampunan lalu mengikuti jalan hidup pendahulu dan dengan hati yang bersih dari kedengkian, iri hati, kebencian, memusuhi, menyelisihi dan melaknati. Apalagi yang tidak termasuk ke dalam kandungan ajaran Islam ?. Tentu kita berharap termasuk ke dalam golongan ketiga ini. Dengan terus menerus meningkatkan ilmu, iman, amal dan memperbaiki akhlak kita. Insya Allah kita hidup mengikuti jejak generasi rabbaniy terdahulu.


Al-Fakir Adh-Dha’f  : Isran Bidin, MA

(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)

Thursday, 23 July 2015

Halal bi Halal Keluarga Besar Universitas Islam Riau 1436 H

Dengan Hikmah Idul Fitri kita kokohkan ukhuwah Islamiyah untuk meningkatkan prestasi kerja.












Monday, 13 July 2015

Selamat Hari Raya Idul Fitri

Thursday, 9 July 2015

Muroja'ah kembali materi bahasa Arab bersama Ustadz Arijoni, S.Ud

Muroja'ah kembali materi bahasa Arab bersama Ustadz Arijoni, S.Ud

Pesantren Ramadhan akan segera berakhir, mahasantri mengulang kembali materi yang telah diajarkan.

Saturday, 4 July 2015

Dosen Mesir Kunjungi Daurah Bahasa Arab Ma'had Al-Munawwarah UIR

Kedatangan Syekh Kholid beserta keluarga disambut oleh Mudir Ma'had Al-Munawwarah, Ustadz Isran Bidin, MA.
Ummu Ahmad sedang melihat buku Al-'Arabiyah baina Yadaik yang menjadi pedoman dalam Pesantren Bahasa Arab ini.
Dari kiri ke kanan : Syekh Kholid Mahmud, Ahmad bin Kholid, Ustadz Dr. H. Aprijon Efendi, Lc, MA.




Pembukaan pembelajaran bersama Tutor Arab dari Mesir.

Peserta Dauroh memperkenalkan diri dengan bahasa Arab.

Istri Syekh Kholid Ummu Amal sedang memperkenalkan diri.

Ustadz Isran Bidin, MA sedang bercengkrama dengan Ustadz Dr. H Aprijon Efendi, Lc, MA dan Syekh Kholid beserta keluarga.

Syekh Kholid dan Syekh Aprijon Effendi berkenalan dengan para mahasantri.

Ummu Ahmad berkenalan dengan para mahasantri-wati dan peserta Dauraoh.

Acara pembukaan sebelum pembelajaran.

Ummu Ahmad menceritakan keadaan di Mesir kepada para peserta.

Peserta Dauroh bahasa Arab memberi pertanyaan kepada Ummu Ahmad tentang kesannya terhadap Indonesia.

Peserta Dauroh melakukan percakapan dengan Syekh Kholid Mahmud Diyab Sya'yah.

Peserta Dauroh memperkenalkan diri dalam bahasa Arab.

Protokol memulai acara Dauroh Bahasa Arab bersama tutor dari Mesir.

Peserta membuat kalimat Arab sederhana untuk melatih kemahiran berbicara.

Peserta menjawab pertanyaan dari Syekh Kholid.

Pembukaan yang dipandu oleh Aris Setiawan berjalan dengan lancar.

Salah satu peserta Dauroh Bahasa Arab yang berasal dari luar kota Pekanbaru bertanya tentang materi bahasa Arab kepada tutor.

Ustadz Isran Bidin, MA mengucapkan selamat datang kepada tamu yang hadir memberikan materi bahasa Arab kepada peserta Dauroh.

Syekh Aprijon Effendi bersama Syekh Kholid Mahmud memulai pembelajaran "Bahasa Arab Mudah dan Menyenangkan".

Syekh Kholid menuliskan kalimat bahasa Arab di papan tulis.

Syekh Kholid meminta peserta membuat sebuah kalimat berbahasa Arab.

Syekh Kholid memberikan pujian kepada peserta yang mampu berbicara bahasa Arab.

Peserta membuat kalimat secara bergiliran.

Peserta menulis kalimat yang telah diucapkan agar bisa diulang kembali dilain waktu.