apa ini

apa ini

Wednesday, 29 July 2015

Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar

TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 10)

Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar
    


Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang dibahas dengan ayat lalu
Kelompok ayat yang lalu dipaparkan keistimewaan orang-orang muhajirin (ayat 8) dan keistimewaan orang-orang Anshar (ayat 9).

Kelompok ayat yang kita bahas ini (ayat 10) diterangkan pula keistimewaan orang-orang beriman yang datang sesudah mereka (muhajirin dan Anshar) sampai akhir masa.

Jadi hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan kelanjutan. Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari dua segi : Pertama, yakni kelanjutan pembahasan yang berhak menerima harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin dan Anshar). Kedua, yakni kelanjutan dari karekteristik kepribadian yang diistimewakan. Artinya selain dari golongan istimewa terdahulu itu, adalagi golongan yang diistimewakan oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang bersih hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan yang tulus antar sesama mereka, dan ini semacam dorongan bagi umat Islam secara umum untuk mencapai prediket sebagaimana yang dimaksud dalam ayat ini.

Keistimewaan Muhajirin dan Anshar telah dikemukan pada ayat 8-9 yang lalu. Kini kita akan kenali pula keistimewaan orang-orang yang datang sesuadah mereka. Oleh sebab itu pembahasan ayat ke 10 ini penulis beri judul “Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar”.

Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
Dan Orang-Orang Yang Datang Sesudah Mereka. Mereka Berdoa :”Ya Tuhan Kami, Berilah Keampunan Buat Kami Dan Saudara-Saudara Kami Yang Telah Mendahului Kami Beriman, Dan Janganlah Engkau Membiarkan Dalam Hati Kami Kedengkian Terhadap Orang-Orang Yang Beriman. Ya Tuhan Kami Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Tafsirnya Ringkas : Penjelasan secara Umum
Dan selain dari golongan Muhajirin dan Anshar, berhak pula orang-orang yang bersih hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan antar sesama mereka tanpa kedengkian dan wajar pula mereka itu dipuji, yakni orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar). Siapapun mereka itu sampai hari kiamat tiba. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti keimanan, sifat dan kebiasaan hidup pendahulu mereka. Mereka berdoa dengan doa yang menghormati lagi memuliakan pendahulu mereka tersebut dengan lantunan :”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami, yakni ampunilah dosa-dosa kami, maafkanlah kami, tutupilah aib-aib kami, jauhkanlah kami dari keburukannya dan dampak-dampak yang ditimbulkannya dan begitu pula buat saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kami sedikitpun kedengkian (kebencian, iri hati, memusuhi, menyelisihi dan melaknati) terhadap orang-orang yang beriman walaupun imannya belum mantap tetapi mereka telah mendahului kami dalam beriman ataupun orang-orang yang beriman setelah kami. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Tafsir Terperinci : Penjelasan yang lebih panjang
Kata جَاءُوا berarti mereka datang. Lebih jelasnya dapat dipahami dalam dua makna. Pertama dalam arti kedatangan jasmani. Kalau demikian maka yang dimaksud adalah kedatangan para Muhajirin ke Madinah sebab Kaum Anshar telah beriman (telah memeluk Islam) sebelum kedatangan para Muhajirin di sana. Kedua dalam makna sifat atau karakter. Jika demikian maka yang dimaksud adalah kehadiran orang-orang yang mengikuti keimanan, sifat dan kebiasaan hidup Muhajirin dan Anshar. Jadi siapapun, dimanapun dan kapanpun, apabila mereka meneladani kaum Muhajirin dan Anshar dalam waktu yang tidak terbatas sampai akhir masa termasuk kelompok ini. Dengan begitu menjadikan mereka sebagai kelompok istimewa yang ketiga dari umat Nabi Muhammad Saw., yakni Muhajirin, Anshar dan mukminin sesudah mereka.

Adanya kelompok istimewa yang ketiga ini juga diakui oleh Umar ibn Kaththab. Setelah penaklukan Syam dan Persia saat menentukan kebijakan tentang wilayah yang telah dikuasai,  beliau berkata : “Kalaulah bukan karena adanya kaum muslimin di masa mendatang, niscaya setiap negeri yang kita kuasai akan saya bagikan kepada pasukan yang berhasil menguasainya (HR. Bukhari dari Zaid ibn Aslam dari Bapaknya Aslam. Aslam adalah pelayan pribadi Umar)”. Dengan disaksikan oleh shahabat utama lainya seperti Ustman ibn ‘Affan, Ali ibn Abi Thalib, pada mulanya pendapat Umar tersebut sempat ditentang oleh Abdurrahman ibn ‘Auf, namun akhirnya beliau menerima pandangan Umar setelah Umar mengingatkan tentang manfaat yang lebih besar bagi kaum belakangan, penyamarataan kesejahteraan dan terpenuhinya rasa keadilan rakyatnya. Sampai-sampai ia berujar : “Apa yang kita kumpulkan ini harus dirasakan oleh semua orang tak terkecuali petani atau pengembala di gunung Sa’a (Yaman) dan jangan sampai orang-orang belakangan berkata dikemudian hari karena kita telah membagi kepada siapa saja yang menakkukannya, apa yang harusnya hak kita telah habis dibagi oleh pemimpin terdahulu; inilah warisan buruk pemimpin sebelum kita”. Keesokan harinya Umar membacakan ayat 8-9 dari surah yang kita tafsirkan ini. Lalu beliau berkata : bukan buat mereka saja tetapi juga (lalu beliau membacakan ayat 10 dari surah ini). Argumennya tersebut menguatkan bahwa tidak seorang muslimpun yang tidak termasuk dalam ayat ini.

Saat ibn Abi Waqash pernah berkata : Manusia ada tiga tingkatan; telah berlalu dua tingkatan dan tersisa satu tingkatan. Jadi sebaik-baik yang bisa kalian peroleh adalah tingkatan ini yang masih ada (lalu ayat) : وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka…(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Masih lagi menyangkut kelompok ketiga, Ibn Kastir menerangkan dalam tafsirnya :
هؤلاء هم القسم الثالث ممن يستحق فقراؤهم من مال الفيء، وهم المهاجرون ثم الأنصار، ثم التابعون بإحسان، كما قال في آية براءة: {وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَاروَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ } [التوبة : 100]
Mereka adalah kelompok ketiga, orang-orang fakir dari ketiga kelompok yang mendapat harta fa’i. mereka adalah orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang mengikuti kedua golongan tersebut dengan baik sebagaimana firman Allah :“Orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada mereka (QS. At-Taubah [9] : 100)”.

Doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang beriman setelah Muhajirin dan Anshar sebagaimana terbaca pada ayat 10 ini, adalah ungkapan jujur dari hati yang bersih sekaligus mengajarkan kepada kaum musklimin hendaknya selalu menghormati generasi terdahulu, tidak benci, tidak iri hati, tidak memusuhi apalagi melaknati atas keutamaan atau keadaan mereka. Keutamaan mereka tersebut harus diakui sebab mereka yang telah merasakan perjuangan bersama Rasulullah Saw., mereka langsung diasuh oleh beliau Saw. Mereka berperang, berhijrah (Muhajirin), mengorbankan harta benda  dan rela berbagi (Anshar) bersama beliau Saw.  Mereka yang mengikuti jejak langkah keimanan (mereka Muhajirin dan Anshar), sifat-sifat mereka, kebiasaan hidup mereka atau gaya hidup mereka; mereka berhak mendapatkan harta fa’i dan menyandang sifat-sifat istimewa apatahlagi setetalah mereka ridha dalam beriman dan berislam sehingga Allah pun ridha ke atas mereka.

Pendapat lain dinukil dari Imam Syaukaniy : Mereka adalah orang-orang yang berhijrah setelah kuatnya Islam. Zahirnya ayat ini mencakup semua yang datang setelah para shahabat pendahulu yaitu yang memeluk Islam juga belakangan namun masih masa Nabi Saw dan orang-orang yang yang mengikuti mereka setelah masa Nabi Saw hingga dunia kiamat. Berarti orang-orang yang berhijrah setelah fathu makkah, tidak termasuk Muhajirin, ia termasuk kelompok ketiga juga. Ini sesuai dengan firman Allah :
لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“….Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan Makkah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti menyangkut apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid [57] : 10)”.

Menyangkut doa orang-orang yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar ”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman”, Imam Syaukaniy mengatakan itu adalah hal yang selayaknya diungkapkan oleh orang-orang beriman belakangan. Kata beliau juga, setelah Allah memerintahkan mereka memohonkan ampunan bagi orang-orang Muhajirin dan Anshar, Allah memerintahkan mereka agar memohon untuk dihilangkanغِلا  dari hati mereka terhadap orang-orang yang beriman secara muthlak, termasuk juga para shahabat Nabi Saw., karena merekalah kaum Mukmin yang paling mulia. Lanjut beliau bila ada orang tidak memohonkan keampuanan buat mereka bahkan sampai menyelisihi mereka, maka orang tersebut telah ditipu oleh syaithan dan akan mendapatkan kemurkaan dari Allah Swt.

Kata غِلا maknanya menurut ibn katsir بغضًا وحسدًا yakni membenci dan hasad. Buruknya lagi orang yang mempunyai sifat dengki dan membenci ini berkembang menjadi iri hati, menyelisihi, memusuhi, melaknati dan melakukan sesuatu yang buruk terhadap orang yang didengkinya. Orang yang mempunyai sifat dengki biasanya bersedih hati jika yang didengkinya mendapat kebaikan dan sebaliknya bergembira bila yang didengkinya mendapat keburukan. Hal ini diterangkan Allah dalam firman-Nya : “Apabila engkau disentuh (memperoleh) sedikit kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Akan tetapi apabila engkau ditimpa sedikit keburukan, niscaya mereka bergembira ria karenanya. Jika engkau bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. Ali ‘Imran [3] : 120)”.

Demikian buruknya sifat dengki ini, melalui riwayat Abu Hurairah, wajar saja Rasulullah Saw bersabda : “Jagalah kalian dari sifat dengki. Sesungguhnya perasaan dengki itu akan memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar yang kering (lafazh yang lain (melalap rumput)). (HR. Abu Daud)”.

Dalam kesempatan yang lain berdasarkan riwayat Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda : “Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi (melongos) dan saling memutuskan (hubungan persaudaraan). Dan jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara. Demikian pula, tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudarnya lebih dari tiga hari (HR. Bukhari-Muslim)”.

Sifat dengki ini tidak boleh kecuali kepada dua golongan sebagaimana sabda Nabi Saw : “Tidak boleh dengki kecuali kepada dua golongan. (pertama) terhadap orang yang Allah memberinya harta yang banyak, lalu dia belanjakan untuk dihabiskan di jalan kebaikan. (kedua) orang yang Allah memberinya ilmu yang banyak, lalu ia beramal dengannya dan mengajarkan manusia dengannya. (HR. Jama’ah)”.

Muslim tingkatan yang ketiga ini, diistimewakan Allah sebab : Pertama, karena mereka adalah orang yang beriman dan tulus pula keimanan mereka. Mereka memohonkan keampunan buat pendahulu mereka. Mereka mengikuti jejak keislaman para Muhajirin dan Anshar. Kedua, karena mereka mempunyai hati yang bersih. Tidak menaruh rasa dengki sedikitpun sebagaimana kaum Anshar. Hati mereka lembut, tidak kikir apalagi angkuh, membenci dan memusuhi. Semua itu jauh sekali dari diri mereka. Hati mereka bening dalam keikhlashan. Wajar saja mereka ini mendapat keistimewaan dari Allah Swt. Sebaliknya orang yang tidak mengikuti jejak pendahulu dan kotor hatinya tidak akan mendapatkan keistimewaan dari Allah. Mereka tidak berhak mendapatkan harta fai’. Begitu pula tidak wajar menerima santunan, infak, shadaqah zakat seandainya mereka itu susah. Imam Syaukani menyebut mereka yang membenci para shahabat sebenarnya telah kafir.

Ibn Katsir memuji pendapat Imam malik menyangkut kesimpulan beliau dari ayat 10 surah ini, katanya :
وما أحسن ما استنبط الإمام مالك من هذه الآية الكريمة: أن الرافضي الذي يسبّ الصحابة ليس له في مال الفيء نصيب لعدم اتصافه بما مدح الله به هؤلاء في قولهم: { رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ }
“Bahwa kaum rafidhah (sempalan Syi’ah) yang telah mencaci maki para shahabat Nabi Saw., tidak berhak mendapatkan harta fa’i ini. Karena di dalam diri mereka tidak terdapat sifat-sifat yang ada pada orang-orang yang telah dipuji oleh Allah; yaitu orang-orang yang dengan tulus mendokan : ”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Ismail ibn Ulaiyyah meriwayatkan Aisyah pernah berkata : “Kalian telah diperintahkan memohonkan ampunan bagi para Shahabat Muhammad Saw., tetapi kalian justru mencaci-maki mereka. Terangnya : aku pernah mendengar Nabi kalian Saw bersabda : "لا تذهب هذه الأمة حتى يلعن آخرها أولها". رواه البغوي (Umat ini tidak akan binasa, hingga orang-orang terakhir dari mereka melaknat para pendahulunya (HR. Baghawiy))”.

Dalam kesempatan yang lain melalui riawayat Ibn Mardawaih, Aisyah berkata pula : “Mereka diperintahkan untuk memohonkan ampun buat para shahabat Nabi Saw, namun mereka (rafidah) justru mencela mereka (Muhajirin dan Anshar). Lalu Aisyah membacakan ayat وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka….(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.

Kesimpulan : Intisari Ayat
Memohonkan keampunan buat diri mereka dan orang-orang beriman terdahulu (Muhajirin dan Anshar) serta memohonkan kejernihan hati dari kedengkian. Kelihatannya sedikit sekali yang menyebabkan mereka dipuji oleh Allah. Tetapi apabila kita hayati dua faktor tersebut sebenarnya telah mencakup keseluruhan dari pengamalan Islam seseorang muslim. Dengan memohonkan keampunan lalu mengikuti jalan hidup pendahulu dan dengan hati yang bersih dari kedengkian, iri hati, kebencian, memusuhi, menyelisihi dan melaknati. Apalagi yang tidak termasuk ke dalam kandungan ajaran Islam ?. Tentu kita berharap termasuk ke dalam golongan ketiga ini. Dengan terus menerus meningkatkan ilmu, iman, amal dan memperbaiki akhlak kita. Insya Allah kita hidup mengikuti jejak generasi rabbaniy terdahulu.


Al-Fakir Adh-Dha’f  : Isran Bidin, MA

(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)

0 komentar:

Post a Comment