apa ini

apa ini

Wednesday, 29 July 2015

Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Bani Nadhir)

TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 11)

Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik
terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Bani Nadhir)


 Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang dibahas dengan ayat lalu
Kelompok ayat yang lalu (ayat 8) berisi tentang keistimewaan orang-orang beriman terdahulu (muhajirin) disusul (ayat 9) tentang keistimewaan orang-orang Anshar dan ditutup uraian seputar keistimewaan orang yang beriman sesudah dua kelompok pendahulunya sampai akhir masa (ayat 10). Mereka saling tolong-menolong dengan tulus sebab mereka melayani Allah Swt dan membantu dakwah rasul-Nya.

Kelompok ayat yang kita bahas ini (ayat 11-12) berisikan tentang keburukan orang-orang orang-orang munafik yang berkawan dengan orang-orang kafir (yahudi).

Jadi hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan Al-Mudhaddah (kebalikan). Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari dua segi : Pertama, yakni kebalikan pembahasan yang berhak menerima harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang beriman sesudah mereka). Kedua, yakni kebalikan dari karekteristik kepribadian yang diistimewakan yakni orang-orang yang terlaknat seperti kaum munafik yang menjanjikan kesetiakawanan dan bantuan pertolongan kepada orang-orang kafir dari sebagian ahli kitab (Yahudi) yang dimurkai.

Oleh sebab itu pembahasan ayat ke 11-12 ini penulis beri judul “Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab”.

Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لا يَنْصُرُونَهُمْ
وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ (12)

Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik  yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu." Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.

Tafsir Ringkas : Penjelasan secara Umum
Setelah Allah menyebutkan tiga tingkatan kaum mukmin dengan aneka keistimewaan mereka, selanjutnya Allah merekamnya pula prihal orang-orang munafik dengan saudara mereka orang-orang kafir dari ahli kitab dengan aneka keburukannya.

Hal ini juga sekaligus untuk menggambarkan tentang keburukan orang-orang munafik saat pengepungan Bani An-Nadhir oleh Rasulullah dan sahabatnya. Orang-orang munafik memperlihatkan kesetiakawanannya dan menjanjikan bantuan pertolongan untuk yahudi Bani Nadhir. Ini adalah suatu yang amat mengherankan sekaligus menampakkan betapa jauhnya hati mereka dari Islam dan betapa terlihatnya dengan jelas permusuhan dan kepalsuan di hati mereka terhadap Rasulullah dan umat Islam sebagaimana terbaca dalam kalimat yang memang mengherankan : “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab (Bani an-Nadhir) dalam ayat ini, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu tidak usah takut); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun seperti kepada Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu sebab diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan yang ketiga jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu, jadi kalian wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Padahal itu hanyalah tipu daya saja. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Allah menegaskan dengan penegasan yang yang berulang-ulang tentang keduastaan mereka itu, pertama : Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, dan yang kedua : sesungguhnya jika mereka sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak akan menolongnya dari kalangan Bani An-Nadhir; ketiga : sesungguhnya jika mereka menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.

Tafsir Terperinci : Penjelasan yang lebih panjang
Pertanyaan أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا  (Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik), sebenarnya adalah ungkapan yang mengheran. Agaknya wajar saja disebut mengherankan sebab mereka itu sebenarnya adalah muslim. Sepatutnya orang muslim membantu kepentingan dan berpihak kepada orang muslim pula. Namun tidak demikian bagi orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul, Abdullah Ibn Nabtal, Rafa’ah Ibn Zaid dan lain-lain. Mereka dalam konteks ayat ini malah menawarkan kesetiakawanan dan janji pertolongan kepada pihak musuh Islam yakni, Bani An-Nadhir waktu itu.

Kata نَافَقُوا  (Orang-orang munafik), pada mulanya terambil dari kata nafaq yang bermakna terowongan. Kehidupan mereka bagaikan berada dalam terowongan. Siang atau malam mereka berjalan dan bersembunyi dalam terowongan agar kebusukan mereka terlindungi. Terowongan yang melindungi mereka tersebut sebenarnya tidaklah kuat untuk dijadikan sebagai tempat bersembunyi, sebab mereka hanyalah bersembunyi di dalam terowongan kebohongan. Kerongkongan yang mereka gunakan untuk bernafas terisi penuh dengan kebohongan persis bagaikan terowongan tipis yang melindungi kebohongan mereka dan kebohongan mereka tersebut pula datang melalui saluran terowongan kerongkangan mereka yang tersambung dari hati yang banyak berbohong untuk keluar ke arah lisan mereka yang sering berbohong pula. Kata An-Nafiqa’i yang masih seakar kata dengan nafaq mengandung makna “sejenis lubang tanah yang dibuat oleh tikus untuk bersembunyi guna menyelamatkan dirinya. Biasanya ia menutupinya dengan tanah tipis di atas lubang persembunyiannya itu. Jika ia takut maka ia lari mendorong tanah penutup tersebut”. Apabila ia terancam dari lubang yang pertama (an-Nafiqai’), maka ia akan lari keluar melalui lubang yang kedua (Al-Qashi’a’i). Sebaliknya apabila ia terancam dari lubang kedua maka ia akan keluar melalui lubang yang pertama. Begitulah hakikatnya orang munafik. Mereka kadang menampak diri mereka sebagai seorang muslim dan di lain waktu mereka berpihak pula pada orang-orang yahudi atau menampakkan kekufurannya. Anehnya mereka selalu mengaku sebagai kawan setia sungguh sangat mengherankan atau tidak lagi mengherankan. Sebab, ini telah dijelaskan dalam ayat : وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok (dengan mereka orang muslim). (QS. Al-Baqarah [2]: 14).

Kebohongan lisan mereka bermula dari kepalsuan hati mereka lalu berpadu antara keduanya maka amal perbuatan menjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. Keadaan demikian tampak akan berlansung secara bersinambungan sampai akhir masa. Dimanapun, kapanpun melalui ayat ini Allah mewanti-wanti umat Islam terhadap orang-orang munafik ini. Karena mereka akan senantiasa bersifat demikian. Hal ini tampak pada kelanjutan firman-Nya : يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ  (mereka berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab). Kata يَقُولُونَ adal fi’il mudhari’ yang bermakna mereka sedang dan akan tetap berkata secara bersinambung seperti itu. Demikianlah sifat orang munafik. Saat terjadi pengepungan terhadap Bani An-Nadhir malah mereka berjanji setia dan menawarkan bantuan terhadap orang Bani Nadhir.
Kemudian kata لإخْوَانِهِمُ (kepada saudara-saudara mereka). Saudara yang dimaksud di sini adalah yahudi Bani An-Nadhir. Kata إخْوَانِ pada kalimat لإخْوَانِهِم, mulanya berasal dari kata akhun yang berarti persamaan. Orang-orang munafik bersaudara dengan orang-orang yahudi karena mereka memiliki persaman. Menurut penuturan Syaukani yakni persamaan dalam kekufuran kepada Allah. Menurut penulis persamaan yang dimaksud dalam segala hal yakni; persamaan hatinya, pikirannya atau ide-idenya, cita-citanya, geraknya, langkahnya dan arah perjuangan mereka. Hati mereka penuh dengan kedustaan, pikiran mereka jahil, cita-cita mereka laknat, gerak mereka teror, langkah mereka onar dan arah perjuangan mereka kemurkaan Allah. Hal ini berkebalikan total dari bentuk persaudaraan kaum mukminin dimana hatinya penuh dengan dzikir, pikirannya mahir, cita-citanya karim, geraknya ibadah, langkahnya ahsan dan arah perjuangan mereka ridha Allah swt.

Huruf lam yang ada pada kalimat لإخْوَانِهِمُ, dinamakan dengan lamutabligh (lam untuk menyampaikan). Sebagian pendapat ada yang mmengatakan ini adalah perkataan orang-orang yahudi Bani Nadhir kepada Bani Quraizhah. Namun mayoritas ulama lebih meyakini ini adalah perkataan orang-orang munafik kepada Bani Nadhir, sebab orang-orang bani Nadhir dengan Bani Quraizhah adalah sama-sama dari kalangan yahudi. Sedangkan kaum munafik bukanlah orang yahudi.

Setelah Allah menguraikan secara mengherankan bahwa orang-orang munafik yang sebenarnya beragama Islam itu berkata kepada orang Bani An-Nadir yang mereka anggap saudara, selanjutnya diuraikan janji kesetiakawanan mereka dan pertolongan bantuan mereka : لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ (Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.).

Dalam ayat ini terdapat tiga janji mereka, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu tidak usah takut dan kita akan berpindah bersama-sama membawa harta dan  keluarga); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami tidak akan patuh kepada siapapun yakni kepada Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu selama-lamanya, sebab diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan lalu yang ketiga jika kamu sampai diperangi pasti kami akan membantu kamu dalam memerangi Muhammad dan kawan-kawannya. Jadi kalian wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Tetapi itu hanyalah tipu daya mereka saja yang memang sudah mendarah daging kebohongan mereka. Allah menegaskan : وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ  (Dan Allah menyaksikan baik zhahir maupun bathin mereka bahwa mereka benar-benar pendusta yang sudah berkarat kedustaannya). Maksudnya menurut Ibn Katsir : لكاذبون فيما وعدوهم به (mereka pasti berbohong menyangkut apa yang telah mereka janjikan).

Melalui ayat berikut Allah pastikan bahwa tiga janji mereka di atas adalah benar-benar dusta belaka :
لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12)
(Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan).

Melalui ayat ini Allah memastikan kedustaan mereka, pertama : Sesungguhnya wahai orang-orang beriman jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, itu tidak akan mereka lakukan. Jadi kaum muslimin tidak usah gentar pula mendengar hal itu. Jangan kalian berpikir kalau mereka yahudi akan bertambah jumlahnya dengan bergabungnya orang munafik dipihak mereka. Itu tidak akan terjadi; dan yang kedua : sesungguhnya jika mereka (Bani Nadhir) sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak akan menolongnya. Maksudnya kata Ibn Katsirلا يقاتلون معهم  (mereka tidak akan berperang bersamanya). Sebab itu hanyalah upaya mereka dalam mencari muka saja agar mendapatkan harta benda mereka. Mereka hanyalah orang yeng menggunakan kesempatan dalam kesempitan Bani Nadhir saja. Mereka hanya akan memperkeruh dan memperkusut keadaan Bani Nadhir saja ; ketiga : sesungguhnya jika seandainya mereka (Munafik) menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan untuk selamanya, baik kini maupun yang akan datang. Secara berkelanjutan orang-orang munafik itu tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dari Allah Swt., sebab kemunafikan mereka itu tidak akan hilang oleh waktu walau kematian sekalipun. Ketika berbangkit kemunafikan mereka itu masih lagi melekat dalam benak, pikiran, lisan dan badanya sebagaimana terbaca : وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (28) (Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka). (QS. Al-An’am [6]: 28).

Kalimat لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ (niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang) ini menunjukkan arah lari mereka atau arah perjuangan mereka hanyalah ke belakang. Mereka memilih untuk menghindar dari perperangan dikarenakan mereka takut bila berhadapan dalam saling bunuh-membunuh. Apabila pasukan sudah bertemu mereka digambarkan akan lari terbirit-birit menyelamatkan diri dari medan pertempuran. Seandainya pun mereka bergabung, mereka hanya akan berpaling lari ke belakang. Bahkan seandainya orang-orang munafik diajak berperang di jalan Allah untuk memerangi orang-orang musyrik, maka mereka selalu mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang, sebagaimana diabadikan dalam firman-Nya :
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا (72) وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا (73)
(Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: “Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka”. Dan sungguh jika kamu memperoleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia (sambil berkata): “duhai seandainya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)”. (QS. An-Nisa’ [4]: 72-73).

Disini kata belakang dipakai أَدْبَار untuk menunjukkan betapa buruknya kebersamaan mereka. Kata أَدْبَار secara bahasa berarti lubang belakang (dubur). Agaknya sewaktu mereka berlari atau kabur dari medan perjuangan itu, mereka lari tunggang-langgang dan yang kentara terlihat dari mereka hanyalah bokongnya. Atau juga betapa takutnya mereka akan perperangan tersebut atau juga sangkin buruknya keyakinan mereka dan hati mereka, mereka pergi meninggalkan medan pertempuran sambil menggoyangkan bokong mereka atau juga untuk menunjukkan kehinaan sikap dan mental mereka tidak lebih mulia dari sekedar lobang dubur, atau juga makna-makna lainnya.

Kesimpulan : Intisari Ayat
Kemunafikan bermuara dari hati yang palsu, lisan yang dusta dan perbuatan yang tidak seirama dengan yang apa yang diucapkan. Mereka yang demikian tidak akan pernah menjadi muslim seutuhnya. Selayaknya muslim bersaudara dengan muslim lainnya. Tapi kemunafikan menjadikan orang munafik malah mereka bersaudara dengan orang-orang kafir atau yahudi. Sungguh mereka jauh dari karekteristik mulia. Wajar saja kehinaan demi kehinaan yang mereka lakukan itu hanya membuat mereka tidak dapat memiliki sifat-sifat istimewa sebagaimana yang disandang oleh tiga tingkatan kaum mukmin sebagaimana telah dijelaskan pada kelompok ayat sebelum ini.

Al-Fakir Adh-Dha’if  : Isran Bidin, MA

(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)

0 komentar:

Post a Comment