TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 11)
Janji kesetiakawanan dan bantuan
pertolongan orang-orang munafik
terhadap orang-orang kafir dari
Ahli Kitab (Bani Nadhir)
Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang
dibahas dengan ayat lalu
Kelompok
ayat yang lalu (ayat 8) berisi tentang keistimewaan orang-orang beriman
terdahulu (muhajirin) disusul (ayat 9) tentang keistimewaan orang-orang Anshar
dan ditutup uraian seputar keistimewaan orang yang beriman sesudah dua kelompok
pendahulunya sampai akhir masa (ayat 10). Mereka saling tolong-menolong dengan
tulus sebab mereka melayani Allah Swt dan membantu dakwah rasul-Nya.
Kelompok
ayat yang kita bahas ini (ayat 11-12) berisikan tentang keburukan orang-orang
orang-orang munafik yang berkawan dengan orang-orang kafir (yahudi).
Jadi
hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan Al-Mudhaddah
(kebalikan). Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari
dua segi : Pertama, yakni kebalikan pembahasan yang berhak menerima
harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang beriman
sesudah mereka). Kedua, yakni kebalikan dari karekteristik kepribadian
yang diistimewakan yakni orang-orang yang terlaknat seperti kaum munafik yang
menjanjikan kesetiakawanan dan bantuan pertolongan kepada orang-orang kafir dari
sebagian ahli kitab (Yahudi) yang dimurkai.
Oleh
sebab itu pembahasan ayat ke 11-12 ini penulis beri judul “Janji
kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang
kafir dari Ahli Kitab”.
Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ
أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ
لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا
لا يَنْصُرُونَهُمْ
وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ (12)
Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
“Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir diantara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu
diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak
akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi
pasti kami akan membantu kamu." Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya
mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang
munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka
diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka
menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka
tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.
Tafsir Ringkas : Penjelasan secara Umum
Setelah
Allah menyebutkan tiga tingkatan kaum mukmin dengan aneka keistimewaan mereka,
selanjutnya Allah merekamnya pula prihal orang-orang munafik dengan saudara
mereka orang-orang kafir dari ahli kitab dengan aneka keburukannya.
Hal
ini juga sekaligus untuk menggambarkan tentang keburukan orang-orang munafik
saat pengepungan Bani An-Nadhir oleh Rasulullah dan sahabatnya. Orang-orang
munafik memperlihatkan kesetiakawanannya dan menjanjikan bantuan pertolongan
untuk yahudi Bani Nadhir. Ini adalah suatu yang amat mengherankan sekaligus
menampakkan betapa jauhnya hati mereka dari Islam dan betapa terlihatnya dengan
jelas permusuhan dan kepalsuan di hati mereka terhadap Rasulullah dan umat
Islam sebagaimana terbaca dalam kalimat yang memang mengherankan : “Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada
saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab (Bani
an-Nadhir) dalam ayat ini, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu
diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu
tidak usah takut); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami
selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun seperti kepada Muhammad dan
kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu sebab diantara kita telah saling
memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan yang ketiga
jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu, jadi kalian wahai orang
yahudi jangan sampai gentar. Padahal itu hanyalah tipu daya saja. Dan
Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Allah
menegaskan dengan penegasan yang yang berulang-ulang tentang keduastaan mereka
itu, pertama : Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu
tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta
benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, dan yang kedua : sesungguhnya
jika mereka sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak
akan menolongnya dari kalangan Bani An-Nadhir; ketiga : sesungguhnya
jika mereka menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke
belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS.
Al-Hasyar [59] : 11-12)”.
Tafsir Terperinci : Penjelasan yang
lebih panjang
Pertanyaan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا (Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
munafik),
sebenarnya adalah ungkapan yang mengheran. Agaknya wajar saja disebut
mengherankan sebab mereka itu sebenarnya adalah muslim. Sepatutnya orang muslim
membantu kepentingan dan berpihak kepada orang muslim pula. Namun tidak
demikian bagi orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ubay Ibn
Salul, Abdullah Ibn Nabtal, Rafa’ah Ibn Zaid dan lain-lain.
Mereka dalam konteks ayat ini malah menawarkan kesetiakawanan dan janji
pertolongan kepada pihak musuh Islam yakni, Bani An-Nadhir waktu itu.
Kata نَافَقُوا (Orang-orang munafik), pada mulanya terambil dari kata nafaq
yang bermakna terowongan. Kehidupan mereka bagaikan berada dalam
terowongan. Siang atau malam mereka berjalan dan bersembunyi dalam terowongan
agar kebusukan mereka terlindungi. Terowongan yang melindungi mereka tersebut
sebenarnya tidaklah kuat untuk dijadikan sebagai tempat bersembunyi, sebab
mereka hanyalah bersembunyi di dalam terowongan kebohongan. Kerongkongan yang
mereka gunakan untuk bernafas terisi penuh dengan kebohongan persis bagaikan
terowongan tipis yang melindungi kebohongan mereka dan kebohongan mereka
tersebut pula datang melalui saluran terowongan kerongkangan mereka yang
tersambung dari hati yang banyak berbohong untuk keluar ke arah lisan mereka
yang sering berbohong pula. Kata An-Nafiqa’i yang masih seakar kata
dengan nafaq mengandung makna “sejenis lubang tanah yang dibuat oleh
tikus untuk bersembunyi guna menyelamatkan dirinya. Biasanya ia menutupinya
dengan tanah tipis di atas lubang persembunyiannya itu. Jika ia takut maka ia
lari mendorong tanah penutup tersebut”. Apabila ia terancam dari lubang yang
pertama (an-Nafiqai’), maka ia akan lari keluar melalui lubang yang kedua
(Al-Qashi’a’i). Sebaliknya apabila ia terancam dari lubang kedua maka ia akan
keluar melalui lubang yang pertama. Begitulah hakikatnya orang munafik. Mereka
kadang menampak diri mereka sebagai seorang muslim dan di lain waktu mereka berpihak
pula pada orang-orang yahudi atau menampakkan kekufurannya. Anehnya mereka
selalu mengaku sebagai kawan setia sungguh sangat mengherankan atau tidak lagi
mengherankan. Sebab, ini telah dijelaskan dalam ayat : وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا
وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِئُونَ (14)
“Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman.” Dan
bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka. Mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok (dengan mereka
orang muslim). (QS. Al-Baqarah [2]: 14).”
Kebohongan
lisan mereka bermula dari kepalsuan hati mereka lalu berpadu antara keduanya
maka amal perbuatan menjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan.
Keadaan demikian tampak akan berlansung secara bersinambungan sampai akhir
masa. Dimanapun, kapanpun melalui ayat ini Allah mewanti-wanti umat Islam
terhadap orang-orang munafik ini. Karena mereka akan senantiasa bersifat demikian.
Hal ini tampak pada kelanjutan firman-Nya : يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ (mereka berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir diantara ahli kitab). Kata يَقُولُونَ
adal fi’il mudhari’ yang bermakna mereka sedang dan akan tetap
berkata secara bersinambung seperti itu. Demikianlah sifat orang munafik.
Saat terjadi pengepungan terhadap Bani An-Nadhir malah mereka berjanji setia
dan menawarkan bantuan terhadap orang Bani Nadhir.
Kemudian
kata لإخْوَانِهِمُ (kepada
saudara-saudara mereka). Saudara yang
dimaksud di sini adalah yahudi Bani An-Nadhir. Kata إخْوَانِ
pada kalimat لإخْوَانِهِم, mulanya
berasal dari kata akhun yang berarti persamaan. Orang-orang
munafik bersaudara dengan orang-orang yahudi karena mereka memiliki persaman. Menurut
penuturan Syaukani yakni persamaan dalam kekufuran kepada Allah. Menurut
penulis persamaan yang dimaksud dalam segala hal yakni; persamaan hatinya,
pikirannya atau ide-idenya, cita-citanya, geraknya, langkahnya dan arah
perjuangan mereka. Hati mereka penuh dengan kedustaan, pikiran mereka jahil,
cita-cita mereka laknat, gerak mereka teror, langkah mereka onar dan arah
perjuangan mereka kemurkaan Allah. Hal ini berkebalikan total dari bentuk
persaudaraan kaum mukminin dimana hatinya penuh dengan dzikir, pikirannya
mahir, cita-citanya karim, geraknya ibadah, langkahnya ahsan dan arah
perjuangan mereka ridha Allah swt.
Huruf lam
yang ada pada kalimat لإخْوَانِهِمُ, dinamakan dengan lamutabligh (lam untuk
menyampaikan). Sebagian pendapat ada yang mmengatakan ini adalah perkataan
orang-orang yahudi Bani Nadhir kepada Bani Quraizhah. Namun mayoritas ulama
lebih meyakini ini adalah perkataan orang-orang munafik kepada Bani Nadhir,
sebab orang-orang bani Nadhir dengan Bani Quraizhah adalah sama-sama dari kalangan
yahudi. Sedangkan kaum munafik bukanlah orang yahudi.
Setelah Allah menguraikan secara mengherankan bahwa
orang-orang munafik yang sebenarnya beragama Islam itu berkata kepada orang
Bani An-Nadir yang mereka anggap saudara, selanjutnya diuraikan janji
kesetiakawanan mereka dan pertolongan bantuan mereka : لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ
أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ (Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun
akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun
untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu
kamu.).
Dalam
ayat ini terdapat tiga janji mereka, yang pertama : "Sesungguhnya jika
kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu
tidak usah takut dan kita akan berpindah bersama-sama membawa harta dan keluarga); dan yang kedua asal
kalian tahu saja kami tidak akan patuh kepada siapapun yakni kepada
Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu selama-lamanya, sebab
diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman,
dan lalu yang ketiga jika kamu sampai diperangi pasti kami akan
membantu kamu dalam memerangi Muhammad dan kawan-kawannya. Jadi kalian
wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Tetapi itu hanyalah tipu daya mereka
saja yang memang sudah mendarah daging kebohongan mereka. Allah menegaskan : وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (Dan Allah menyaksikan baik zhahir maupun
bathin mereka bahwa mereka benar-benar pendusta yang sudah berkarat
kedustaannya). Maksudnya
menurut Ibn Katsir : لكاذبون فيما
وعدوهم به (mereka pasti berbohong menyangkut apa yang telah mereka
janjikan).
Melalui
ayat berikut Allah pastikan bahwa tiga janji mereka di atas adalah benar-benar
dusta belaka :
لَئِنْ أُخْرِجُوا
لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ
نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12)
(Sesungguhnya
jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka,
dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya;
sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke
belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan).
Melalui
ayat ini Allah memastikan kedustaan mereka, pertama : Sesungguhnya wahai
orang-orang beriman jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan
keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda,
kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, itu tidak akan mereka lakukan.
Jadi kaum muslimin tidak usah gentar pula mendengar hal itu. Jangan kalian berpikir
kalau mereka yahudi akan bertambah jumlahnya dengan bergabungnya orang munafik
dipihak mereka. Itu tidak akan terjadi; dan yang kedua : sesungguhnya
jika mereka (Bani Nadhir) sampai diperangi, niscaya mereka (orang
munafik itu) tidak akan menolongnya. Maksudnya kata Ibn Katsirلا يقاتلون معهم (mereka tidak akan
berperang bersamanya). Sebab itu hanyalah upaya mereka dalam mencari
muka saja agar mendapatkan harta benda mereka. Mereka hanyalah orang yeng menggunakan
kesempatan dalam kesempitan Bani Nadhir saja. Mereka hanya akan memperkeruh dan
memperkusut keadaan Bani Nadhir saja ; ketiga : sesungguhnya jika seandainya
mereka (Munafik) menolongnya pun, niscaya mereka akan
berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan untuk
selamanya, baik kini maupun yang akan datang. Secara berkelanjutan orang-orang
munafik itu tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dari Allah Swt., sebab kemunafikan mereka itu tidak akan hilang oleh
waktu walau kematian sekalipun. Ketika berbangkit kemunafikan mereka itu masih
lagi melekat dalam benak, pikiran, lisan dan badanya sebagaimana terbaca : وَلَوْ
رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (28) (Sekiranya mereka
dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah
dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka).
(QS. Al-An’am [6]: 28).
Kalimat
لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ (niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang) ini menunjukkan
arah lari mereka atau arah perjuangan mereka hanyalah ke belakang. Mereka
memilih untuk menghindar dari perperangan dikarenakan mereka takut bila
berhadapan dalam saling bunuh-membunuh. Apabila pasukan sudah bertemu mereka
digambarkan akan lari terbirit-birit menyelamatkan diri dari medan pertempuran.
Seandainya pun mereka bergabung, mereka hanya
akan berpaling lari ke belakang. Bahkan seandainya orang-orang munafik
diajak berperang di jalan Allah untuk memerangi orang-orang musyrik, maka
mereka selalu mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang, sebagaimana
diabadikan dalam firman-Nya :
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ
لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ
إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا (72)
وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ
وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا (73)
(Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat
(ke medan pertempuran. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: “Sesungguhnya
Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang
bersama mereka”. Dan sungguh jika kamu memperoleh karunia (kemenangan) dari
Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih
sayang antara kamu dengan dia (sambil berkata): “duhai seandainya saya ada
bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)”. (QS.
An-Nisa’ [4]: 72-73).
Disini
kata belakang dipakai أَدْبَار untuk
menunjukkan betapa buruknya kebersamaan mereka. Kata أَدْبَار
secara bahasa berarti lubang belakang (dubur). Agaknya sewaktu mereka berlari
atau kabur dari medan perjuangan itu, mereka lari tunggang-langgang dan yang
kentara terlihat dari mereka hanyalah bokongnya. Atau juga betapa takutnya mereka
akan perperangan tersebut atau juga sangkin buruknya keyakinan mereka dan hati
mereka, mereka pergi meninggalkan medan pertempuran sambil menggoyangkan bokong
mereka atau juga untuk menunjukkan kehinaan sikap dan mental mereka tidak lebih
mulia dari sekedar lobang dubur, atau juga makna-makna lainnya.
Kesimpulan
: Intisari Ayat
Kemunafikan
bermuara dari hati yang palsu, lisan yang dusta dan perbuatan yang tidak
seirama dengan yang apa yang diucapkan. Mereka yang demikian tidak akan pernah
menjadi muslim seutuhnya. Selayaknya muslim bersaudara dengan muslim lainnya.
Tapi kemunafikan menjadikan orang munafik malah mereka bersaudara dengan
orang-orang kafir atau yahudi. Sungguh mereka jauh dari karekteristik mulia.
Wajar saja kehinaan demi kehinaan yang mereka lakukan itu hanya membuat mereka
tidak dapat memiliki sifat-sifat istimewa sebagaimana yang disandang oleh tiga
tingkatan kaum mukmin sebagaimana telah dijelaskan pada kelompok ayat sebelum
ini.
Al-Fakir Adh-Dha’if : Isran Bidin, MA
(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi
Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)
0 komentar:
Post a Comment