Sunday, 25 October 2015
Monday, 21 September 2015
Subhanallah Hafizh 30 juz M. Ihsan Syuhada 19 thn Berkunjung ke Mahad Al-Munawwarah UIR
20:26
No comments
M. Ihsan Syuhada 19 thn l Hafizh 30 juz l bacaan sanad 29 dari
rasulullah l belajar sanad dgn syekh Muqrik Mu'taasimbillah l brkunjung
di asrama tahfizh uir l 21/9/15 l Insyaallah tambah semangat bertemu dgn
seorg Hafizh Quran
Sunday, 20 September 2015
Monday, 7 September 2015
Wednesday, 5 August 2015
Kunjungan DR. H. Mawardi Shaleh, Lc., MA.
Pada tanggal 23 juli 2015 Ma'had Al-Munawwarah UIR kedatangan tamu yaitu DR. H. Mawardi Shaleh, Lc., MA. pada pukul 11.00 Wib.
Belajar Hadits Bersama Ustadz H. Abdul Somad, Lc.,
00:32
No comments
Sunday, 2 August 2015
Wednesday, 29 July 2015
21:45
No comments
Informasi :
RENI DIANA ( 0852 7450 1864 )
MUHAMMAD AZUARDI HARUN, S.Pd ( 0853 6508 9711 )
Pos Elektronik : mahaduir@gmail.com
Facebook : Ma'had Al-Munawwarah
FansPage : Mahad Al-Munawwarah
PROGRAM KERJA MA'HAD AL-MUNAWWARAH UIR
20:11
No comments
PROGRAM KERJA MA’HAD AL-MUNAWWARAH UIR MELIPUTI:
Bidang Pendidikan, meliputi segala kegiatan / program pengajaran,
pengkajian dan pendalaman ilmu keIslaman seperti pengajaran, pengkajian dan
pendalaman ilmu-ilmu keislaman seperti ilmu Tauhid, Ulumul Quran, Ulumul
Hadist, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Terjemahan, Islam dan Sains,
- Ma’had mengelola jadwal tahsin dosen.
- Ma’had mengelola jadwal tahsin masyarakat.
- Ma’had mengelola MDA Tahfizh untuk anak-anak dosen, anak-anak karyawan dan anak-anak masyarakat setempat.
- Ma’had mengelola penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab dan kitab kuning.
- Ma’had mengelola pelatihan, bimbingan keIslaman dan pesantren kilat.
- Pengajar (Murabbi/ah) pengembangan pendidikan seperti poin 1-5 diatas, dikontrol oleh ma’had melalui sekretaris dan segala yang bersangkut paut dengan keuangannya dikelola oleh Ma’had melalui bendahara Ma’had.
Bidang pengembangan usaha Ma’had, meliputi ATK dan buku, barang harian, aneka makanan dan laundry yang dikontrol bendahara Ma’had.
Janji kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Bani Nadhir)
TAFSIR RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 11)
Janji kesetiakawanan dan bantuan
pertolongan orang-orang munafik
terhadap orang-orang kafir dari
Ahli Kitab (Bani Nadhir)
Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang
dibahas dengan ayat lalu
Kelompok
ayat yang lalu (ayat 8) berisi tentang keistimewaan orang-orang beriman
terdahulu (muhajirin) disusul (ayat 9) tentang keistimewaan orang-orang Anshar
dan ditutup uraian seputar keistimewaan orang yang beriman sesudah dua kelompok
pendahulunya sampai akhir masa (ayat 10). Mereka saling tolong-menolong dengan
tulus sebab mereka melayani Allah Swt dan membantu dakwah rasul-Nya.
Kelompok
ayat yang kita bahas ini (ayat 11-12) berisikan tentang keburukan orang-orang
orang-orang munafik yang berkawan dengan orang-orang kafir (yahudi).
Jadi
hubungan antara ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan Al-Mudhaddah
(kebalikan). Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari
dua segi : Pertama, yakni kebalikan pembahasan yang berhak menerima
harta fa’i (selain dari golongan Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang beriman
sesudah mereka). Kedua, yakni kebalikan dari karekteristik kepribadian
yang diistimewakan yakni orang-orang yang terlaknat seperti kaum munafik yang
menjanjikan kesetiakawanan dan bantuan pertolongan kepada orang-orang kafir dari
sebagian ahli kitab (Yahudi) yang dimurkai.
Oleh
sebab itu pembahasan ayat ke 11-12 ini penulis beri judul “Janji
kesetiakawanan dan bantuan pertolongan orang-orang munafik terhadap orang-orang
kafir dari Ahli Kitab”.
Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ
أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ
لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا
لا يَنْصُرُونَهُمْ
وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ (12)
Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
“Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir diantara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu
diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak
akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi
pasti kami akan membantu kamu." Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya
mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang
munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka
diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka
menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka
tidak akan mendapat pertolongan. (QS. Al-Hasyar [59] : 11-12)”.
Tafsir Ringkas : Penjelasan secara Umum
Setelah
Allah menyebutkan tiga tingkatan kaum mukmin dengan aneka keistimewaan mereka,
selanjutnya Allah merekamnya pula prihal orang-orang munafik dengan saudara
mereka orang-orang kafir dari ahli kitab dengan aneka keburukannya.
Hal
ini juga sekaligus untuk menggambarkan tentang keburukan orang-orang munafik
saat pengepungan Bani An-Nadhir oleh Rasulullah dan sahabatnya. Orang-orang
munafik memperlihatkan kesetiakawanannya dan menjanjikan bantuan pertolongan
untuk yahudi Bani Nadhir. Ini adalah suatu yang amat mengherankan sekaligus
menampakkan betapa jauhnya hati mereka dari Islam dan betapa terlihatnya dengan
jelas permusuhan dan kepalsuan di hati mereka terhadap Rasulullah dan umat
Islam sebagaimana terbaca dalam kalimat yang memang mengherankan : “Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada
saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab (Bani
an-Nadhir) dalam ayat ini, yang pertama : "Sesungguhnya jika kamu
diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu
tidak usah takut); dan yang kedua asal kalian tahu saja kami
selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun seperti kepada Muhammad dan
kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu sebab diantara kita telah saling
memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman, dan yang ketiga
jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu, jadi kalian wahai orang
yahudi jangan sampai gentar. Padahal itu hanyalah tipu daya saja. Dan
Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Allah
menegaskan dengan penegasan yang yang berulang-ulang tentang keduastaan mereka
itu, pertama : Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu
tidak akan keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta
benda, kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, dan yang kedua : sesungguhnya
jika mereka sampai diperangi, niscaya mereka (orang munafik itu) tidak
akan menolongnya dari kalangan Bani An-Nadhir; ketiga : sesungguhnya
jika mereka menolongnya pun, niscaya mereka akan berpaling lari ke
belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (QS.
Al-Hasyar [59] : 11-12)”.
Tafsir Terperinci : Penjelasan yang
lebih panjang
Pertanyaan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا (Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
munafik),
sebenarnya adalah ungkapan yang mengheran. Agaknya wajar saja disebut
mengherankan sebab mereka itu sebenarnya adalah muslim. Sepatutnya orang muslim
membantu kepentingan dan berpihak kepada orang muslim pula. Namun tidak
demikian bagi orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ubay Ibn
Salul, Abdullah Ibn Nabtal, Rafa’ah Ibn Zaid dan lain-lain.
Mereka dalam konteks ayat ini malah menawarkan kesetiakawanan dan janji
pertolongan kepada pihak musuh Islam yakni, Bani An-Nadhir waktu itu.
Kata نَافَقُوا (Orang-orang munafik), pada mulanya terambil dari kata nafaq
yang bermakna terowongan. Kehidupan mereka bagaikan berada dalam
terowongan. Siang atau malam mereka berjalan dan bersembunyi dalam terowongan
agar kebusukan mereka terlindungi. Terowongan yang melindungi mereka tersebut
sebenarnya tidaklah kuat untuk dijadikan sebagai tempat bersembunyi, sebab
mereka hanyalah bersembunyi di dalam terowongan kebohongan. Kerongkongan yang
mereka gunakan untuk bernafas terisi penuh dengan kebohongan persis bagaikan
terowongan tipis yang melindungi kebohongan mereka dan kebohongan mereka
tersebut pula datang melalui saluran terowongan kerongkangan mereka yang
tersambung dari hati yang banyak berbohong untuk keluar ke arah lisan mereka
yang sering berbohong pula. Kata An-Nafiqa’i yang masih seakar kata
dengan nafaq mengandung makna “sejenis lubang tanah yang dibuat oleh
tikus untuk bersembunyi guna menyelamatkan dirinya. Biasanya ia menutupinya
dengan tanah tipis di atas lubang persembunyiannya itu. Jika ia takut maka ia
lari mendorong tanah penutup tersebut”. Apabila ia terancam dari lubang yang
pertama (an-Nafiqai’), maka ia akan lari keluar melalui lubang yang kedua
(Al-Qashi’a’i). Sebaliknya apabila ia terancam dari lubang kedua maka ia akan
keluar melalui lubang yang pertama. Begitulah hakikatnya orang munafik. Mereka
kadang menampak diri mereka sebagai seorang muslim dan di lain waktu mereka berpihak
pula pada orang-orang yahudi atau menampakkan kekufurannya. Anehnya mereka
selalu mengaku sebagai kawan setia sungguh sangat mengherankan atau tidak lagi
mengherankan. Sebab, ini telah dijelaskan dalam ayat : وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا
وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِئُونَ (14)
“Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman.” Dan
bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka. Mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok (dengan mereka
orang muslim). (QS. Al-Baqarah [2]: 14).”
Kebohongan
lisan mereka bermula dari kepalsuan hati mereka lalu berpadu antara keduanya
maka amal perbuatan menjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan.
Keadaan demikian tampak akan berlansung secara bersinambungan sampai akhir
masa. Dimanapun, kapanpun melalui ayat ini Allah mewanti-wanti umat Islam
terhadap orang-orang munafik ini. Karena mereka akan senantiasa bersifat demikian.
Hal ini tampak pada kelanjutan firman-Nya : يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ (mereka berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir diantara ahli kitab). Kata يَقُولُونَ
adal fi’il mudhari’ yang bermakna mereka sedang dan akan tetap
berkata secara bersinambung seperti itu. Demikianlah sifat orang munafik.
Saat terjadi pengepungan terhadap Bani An-Nadhir malah mereka berjanji setia
dan menawarkan bantuan terhadap orang Bani Nadhir.
Kemudian
kata لإخْوَانِهِمُ (kepada
saudara-saudara mereka). Saudara yang
dimaksud di sini adalah yahudi Bani An-Nadhir. Kata إخْوَانِ
pada kalimat لإخْوَانِهِم, mulanya
berasal dari kata akhun yang berarti persamaan. Orang-orang
munafik bersaudara dengan orang-orang yahudi karena mereka memiliki persaman. Menurut
penuturan Syaukani yakni persamaan dalam kekufuran kepada Allah. Menurut
penulis persamaan yang dimaksud dalam segala hal yakni; persamaan hatinya,
pikirannya atau ide-idenya, cita-citanya, geraknya, langkahnya dan arah
perjuangan mereka. Hati mereka penuh dengan kedustaan, pikiran mereka jahil,
cita-cita mereka laknat, gerak mereka teror, langkah mereka onar dan arah
perjuangan mereka kemurkaan Allah. Hal ini berkebalikan total dari bentuk
persaudaraan kaum mukminin dimana hatinya penuh dengan dzikir, pikirannya
mahir, cita-citanya karim, geraknya ibadah, langkahnya ahsan dan arah
perjuangan mereka ridha Allah swt.
Huruf lam
yang ada pada kalimat لإخْوَانِهِمُ, dinamakan dengan lamutabligh (lam untuk
menyampaikan). Sebagian pendapat ada yang mmengatakan ini adalah perkataan
orang-orang yahudi Bani Nadhir kepada Bani Quraizhah. Namun mayoritas ulama
lebih meyakini ini adalah perkataan orang-orang munafik kepada Bani Nadhir,
sebab orang-orang bani Nadhir dengan Bani Quraizhah adalah sama-sama dari kalangan
yahudi. Sedangkan kaum munafik bukanlah orang yahudi.
Setelah Allah menguraikan secara mengherankan bahwa
orang-orang munafik yang sebenarnya beragama Islam itu berkata kepada orang
Bani An-Nadir yang mereka anggap saudara, selanjutnya diuraikan janji
kesetiakawanan mereka dan pertolongan bantuan mereka : لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ
أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ (Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun
akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun
untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu
kamu.).
Dalam
ayat ini terdapat tiga janji mereka, yang pertama : "Sesungguhnya jika
kamu diusir dari Madinah ini niscaya kamipun akan keluar bersamamu (kamu
tidak usah takut dan kita akan berpindah bersama-sama membawa harta dan keluarga); dan yang kedua asal
kalian tahu saja kami tidak akan patuh kepada siapapun yakni kepada
Muhammad dan kawan-kawannya untuk (menyusahkan) kamu selama-lamanya, sebab
diantara kita telah saling memberikan keuntungan dan bukan pula baru berteman,
dan lalu yang ketiga jika kamu sampai diperangi pasti kami akan
membantu kamu dalam memerangi Muhammad dan kawan-kawannya. Jadi kalian
wahai orang yahudi jangan sampai gentar. Tetapi itu hanyalah tipu daya mereka
saja yang memang sudah mendarah daging kebohongan mereka. Allah menegaskan : وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (Dan Allah menyaksikan baik zhahir maupun
bathin mereka bahwa mereka benar-benar pendusta yang sudah berkarat
kedustaannya). Maksudnya
menurut Ibn Katsir : لكاذبون فيما
وعدوهم به (mereka pasti berbohong menyangkut apa yang telah mereka
janjikan).
Melalui
ayat berikut Allah pastikan bahwa tiga janji mereka di atas adalah benar-benar
dusta belaka :
لَئِنْ أُخْرِجُوا
لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ
نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12)
(Sesungguhnya
jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka,
dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya;
sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke
belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan).
Melalui
ayat ini Allah memastikan kedustaan mereka, pertama : Sesungguhnya wahai
orang-orang beriman jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan
keluar bersama mereka untuk meninggalkan Madinah yang juga harta benda,
kebun dan kesenangan hidup mereka di sana, itu tidak akan mereka lakukan.
Jadi kaum muslimin tidak usah gentar pula mendengar hal itu. Jangan kalian berpikir
kalau mereka yahudi akan bertambah jumlahnya dengan bergabungnya orang munafik
dipihak mereka. Itu tidak akan terjadi; dan yang kedua : sesungguhnya
jika mereka (Bani Nadhir) sampai diperangi, niscaya mereka (orang
munafik itu) tidak akan menolongnya. Maksudnya kata Ibn Katsirلا يقاتلون معهم (mereka tidak akan
berperang bersamanya). Sebab itu hanyalah upaya mereka dalam mencari
muka saja agar mendapatkan harta benda mereka. Mereka hanyalah orang yeng menggunakan
kesempatan dalam kesempitan Bani Nadhir saja. Mereka hanya akan memperkeruh dan
memperkusut keadaan Bani Nadhir saja ; ketiga : sesungguhnya jika seandainya
mereka (Munafik) menolongnya pun, niscaya mereka akan
berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan untuk
selamanya, baik kini maupun yang akan datang. Secara berkelanjutan orang-orang
munafik itu tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dari Allah Swt., sebab kemunafikan mereka itu tidak akan hilang oleh
waktu walau kematian sekalipun. Ketika berbangkit kemunafikan mereka itu masih
lagi melekat dalam benak, pikiran, lisan dan badanya sebagaimana terbaca : وَلَوْ
رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (28) (Sekiranya mereka
dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah
dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka).
(QS. Al-An’am [6]: 28).
Kalimat
لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ (niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang) ini menunjukkan
arah lari mereka atau arah perjuangan mereka hanyalah ke belakang. Mereka
memilih untuk menghindar dari perperangan dikarenakan mereka takut bila
berhadapan dalam saling bunuh-membunuh. Apabila pasukan sudah bertemu mereka
digambarkan akan lari terbirit-birit menyelamatkan diri dari medan pertempuran.
Seandainya pun mereka bergabung, mereka hanya
akan berpaling lari ke belakang. Bahkan seandainya orang-orang munafik
diajak berperang di jalan Allah untuk memerangi orang-orang musyrik, maka
mereka selalu mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang, sebagaimana
diabadikan dalam firman-Nya :
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ
لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ
إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا (72)
وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ
وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا (73)
(Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat
(ke medan pertempuran. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: “Sesungguhnya
Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang
bersama mereka”. Dan sungguh jika kamu memperoleh karunia (kemenangan) dari
Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih
sayang antara kamu dengan dia (sambil berkata): “duhai seandainya saya ada
bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)”. (QS.
An-Nisa’ [4]: 72-73).
Disini
kata belakang dipakai أَدْبَار untuk
menunjukkan betapa buruknya kebersamaan mereka. Kata أَدْبَار
secara bahasa berarti lubang belakang (dubur). Agaknya sewaktu mereka berlari
atau kabur dari medan perjuangan itu, mereka lari tunggang-langgang dan yang
kentara terlihat dari mereka hanyalah bokongnya. Atau juga betapa takutnya mereka
akan perperangan tersebut atau juga sangkin buruknya keyakinan mereka dan hati
mereka, mereka pergi meninggalkan medan pertempuran sambil menggoyangkan bokong
mereka atau juga untuk menunjukkan kehinaan sikap dan mental mereka tidak lebih
mulia dari sekedar lobang dubur, atau juga makna-makna lainnya.
Kesimpulan
: Intisari Ayat
Kemunafikan
bermuara dari hati yang palsu, lisan yang dusta dan perbuatan yang tidak
seirama dengan yang apa yang diucapkan. Mereka yang demikian tidak akan pernah
menjadi muslim seutuhnya. Selayaknya muslim bersaudara dengan muslim lainnya.
Tapi kemunafikan menjadikan orang munafik malah mereka bersaudara dengan
orang-orang kafir atau yahudi. Sungguh mereka jauh dari karekteristik mulia.
Wajar saja kehinaan demi kehinaan yang mereka lakukan itu hanya membuat mereka
tidak dapat memiliki sifat-sifat istimewa sebagaimana yang disandang oleh tiga
tingkatan kaum mukmin sebagaimana telah dijelaskan pada kelompok ayat sebelum
ini.
Al-Fakir Adh-Dha’if : Isran Bidin, MA
(Mudir Ma’had Al-Munawwarah bi
Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)
Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar
TAFSIR
RABBANIY
(QS. Al-Hasyar [59] : 10)
Keistimewaan orang-orang yang beriman sesudah
Muhajirin dan Anshar
Munasabah Ayat : Hubungan ayat yang dibahas dengan ayat lalu
Kelompok ayat yang
lalu dipaparkan keistimewaan orang-orang muhajirin (ayat 8) dan keistimewaan
orang-orang Anshar (ayat 9).
Kelompok ayat yang
kita bahas ini (ayat 10) diterangkan pula keistimewaan orang-orang beriman yang
datang sesudah mereka (muhajirin dan Anshar) sampai akhir masa.
Jadi hubungan antara
ayat yang lalu dengan ayat yang kita bahas ini adalah hubungan kelanjutan.
Lebih terangnya hubungan tersebut dapat dilihat dari dua segi : Pertama,
yakni kelanjutan pembahasan yang berhak menerima harta fa’i (selain dari golongan
Muhajirin dan Anshar). Kedua, yakni kelanjutan dari karekteristik kepribadian
yang diistimewakan. Artinya selain dari golongan istimewa terdahulu itu, adalagi
golongan yang diistimewakan oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang bersih
hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan yang tulus antar sesama mereka, dan
ini semacam dorongan bagi umat Islam secara umum untuk mencapai prediket
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat ini.
Keistimewaan
Muhajirin dan Anshar telah dikemukan pada ayat 8-9 yang lalu. Kini kita akan
kenali pula keistimewaan orang-orang yang datang sesuadah mereka. Oleh sebab
itu pembahasan ayat ke 10 ini penulis beri judul “Keistimewaan orang-orang
yang beriman sesudah Muhajirin dan Anshar”.
Teks Ayat : Ayat yang ditafsirkan
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا
غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Terjemahan Ayat : Arti kata perkata
Dan Orang-Orang
Yang Datang Sesudah Mereka. Mereka Berdoa :”Ya Tuhan Kami, Berilah Keampunan
Buat Kami Dan Saudara-Saudara Kami Yang Telah Mendahului Kami Beriman, Dan
Janganlah Engkau Membiarkan Dalam Hati Kami Kedengkian Terhadap Orang-Orang
Yang Beriman. Ya Tuhan Kami Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.
Tafsirnya Ringkas : Penjelasan secara Umum
Dan selain dari golongan Muhajirin dan Anshar, berhak pula
orang-orang yang bersih hatinya dalam beriman dan menjalin hubungan antar
sesama mereka tanpa kedengkian dan wajar pula mereka itu dipuji, yakni orang-orang
yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar). Siapapun mereka
itu sampai hari kiamat tiba. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti keimanan,
sifat dan kebiasaan hidup pendahulu mereka. Mereka berdoa dengan doa
yang menghormati lagi memuliakan pendahulu mereka tersebut dengan lantunan
:”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat kami, yakni ampunilah dosa-dosa
kami, maafkanlah kami, tutupilah aib-aib kami, jauhkanlah kami dari
keburukannya dan dampak-dampak yang ditimbulkannya dan begitu pula buat saudara-saudara
kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam
hati kami sedikitpun kedengkian (kebencian, iri hati, memusuhi,
menyelisihi dan melaknati) terhadap orang-orang yang beriman walaupun
imannya belum mantap tetapi mereka telah mendahului kami dalam beriman ataupun
orang-orang yang beriman setelah kami. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Tafsir Terperinci : Penjelasan yang lebih panjang
Kata جَاءُوا berarti
mereka datang. Lebih jelasnya dapat dipahami dalam dua makna. Pertama
dalam arti kedatangan jasmani. Kalau demikian maka yang dimaksud adalah
kedatangan para Muhajirin ke Madinah sebab Kaum Anshar telah beriman (telah
memeluk Islam) sebelum kedatangan para Muhajirin di sana. Kedua dalam
makna sifat atau karakter. Jika demikian maka yang dimaksud adalah kehadiran
orang-orang yang mengikuti keimanan, sifat dan kebiasaan hidup Muhajirin dan
Anshar. Jadi siapapun, dimanapun dan kapanpun, apabila mereka meneladani kaum
Muhajirin dan Anshar dalam waktu yang tidak terbatas sampai akhir masa termasuk
kelompok ini. Dengan begitu menjadikan mereka sebagai kelompok istimewa yang
ketiga dari umat Nabi Muhammad Saw., yakni Muhajirin, Anshar dan mukminin
sesudah mereka.
Adanya kelompok
istimewa yang ketiga ini juga diakui oleh Umar ibn Kaththab. Setelah penaklukan
Syam dan Persia saat menentukan kebijakan tentang wilayah yang telah
dikuasai, beliau berkata : “Kalaulah
bukan karena adanya kaum muslimin di masa mendatang, niscaya setiap negeri yang
kita kuasai akan saya bagikan kepada pasukan yang berhasil menguasainya (HR.
Bukhari dari Zaid ibn Aslam dari Bapaknya Aslam. Aslam adalah pelayan pribadi
Umar)”. Dengan disaksikan oleh shahabat utama lainya seperti Ustman ibn
‘Affan, Ali ibn Abi Thalib, pada mulanya pendapat Umar tersebut sempat ditentang
oleh Abdurrahman ibn ‘Auf, namun akhirnya beliau menerima pandangan Umar
setelah Umar mengingatkan tentang manfaat yang lebih besar bagi kaum
belakangan, penyamarataan kesejahteraan dan terpenuhinya rasa keadilan
rakyatnya. Sampai-sampai ia berujar : “Apa yang kita kumpulkan ini harus
dirasakan oleh semua orang tak terkecuali petani atau pengembala di gunung Sa’a
(Yaman) dan jangan sampai orang-orang belakangan berkata dikemudian hari karena
kita telah membagi kepada siapa saja yang menakkukannya, apa yang harusnya hak
kita telah habis dibagi oleh pemimpin terdahulu; inilah warisan buruk pemimpin
sebelum kita”. Keesokan harinya Umar membacakan ayat 8-9 dari surah yang
kita tafsirkan ini. Lalu beliau berkata : bukan buat mereka saja tetapi juga
(lalu beliau membacakan ayat 10 dari surah ini). Argumennya tersebut menguatkan
bahwa tidak seorang muslimpun yang tidak termasuk dalam ayat ini.
Saat ibn Abi Waqash
pernah berkata : Manusia ada tiga tingkatan; telah berlalu dua tingkatan dan
tersisa satu tingkatan. Jadi sebaik-baik yang bisa kalian peroleh adalah
tingkatan ini yang masih ada (lalu ayat) : وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka…(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.
Masih lagi
menyangkut kelompok ketiga, Ibn Kastir menerangkan dalam tafsirnya :
هؤلاء هم
القسم الثالث ممن يستحق فقراؤهم من مال الفيء، وهم المهاجرون ثم الأنصار، ثم
التابعون بإحسان، كما قال في آية براءة: {وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَاروَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ } [التوبة : 100]
Mereka adalah
kelompok ketiga, orang-orang fakir dari ketiga kelompok yang mendapat harta
fa’i. mereka adalah orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin, Anshar dan orang-orang
yang mengikuti kedua golongan tersebut dengan baik sebagaimana firman Allah :“Orang-orang
Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada mereka (QS. At-Taubah [9] : 100)”.
Doa yang dipanjatkan
oleh orang-orang yang beriman setelah Muhajirin dan Anshar sebagaimana terbaca pada
ayat 10 ini, adalah ungkapan jujur dari hati yang bersih sekaligus mengajarkan
kepada kaum musklimin hendaknya selalu menghormati generasi terdahulu, tidak
benci, tidak iri hati, tidak memusuhi apalagi melaknati atas keutamaan atau
keadaan mereka. Keutamaan mereka tersebut harus diakui sebab mereka yang telah
merasakan perjuangan bersama Rasulullah Saw., mereka langsung diasuh oleh
beliau Saw. Mereka berperang, berhijrah (Muhajirin), mengorbankan harta
benda dan rela berbagi (Anshar) bersama
beliau Saw. Mereka yang mengikuti jejak
langkah keimanan (mereka Muhajirin dan Anshar), sifat-sifat mereka, kebiasaan
hidup mereka atau gaya hidup mereka; mereka berhak mendapatkan harta fa’i dan
menyandang sifat-sifat istimewa apatahlagi setetalah mereka ridha dalam beriman
dan berislam sehingga Allah pun ridha ke atas mereka.
Pendapat lain
dinukil dari Imam Syaukaniy : Mereka adalah orang-orang yang berhijrah setelah
kuatnya Islam. Zahirnya ayat ini mencakup semua yang datang setelah para
shahabat pendahulu yaitu yang memeluk Islam juga belakangan namun masih masa
Nabi Saw dan orang-orang yang yang mengikuti mereka setelah masa Nabi Saw
hingga dunia kiamat. Berarti orang-orang yang berhijrah setelah fathu makkah,
tidak termasuk Muhajirin, ia termasuk kelompok ketiga juga. Ini sesuai dengan
firman Allah :
لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ
وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ
وَقَاتَلُوا وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ
“….Tidak sama
orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) diantara kamu dan berperang
sebelum penaklukan Makkah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang
yang menginfakkan (hartanya dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan
kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti
menyangkut apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid [57] : 10)”.
Menyangkut doa
orang-orang yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar ”Ya Tuhan Kami, berilah
keampunan buat kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami
beriman”, Imam Syaukaniy mengatakan itu adalah hal yang selayaknya
diungkapkan oleh orang-orang beriman belakangan. Kata beliau juga, setelah
Allah memerintahkan mereka memohonkan ampunan bagi orang-orang Muhajirin dan
Anshar, Allah memerintahkan mereka agar memohon untuk dihilangkanغِلا dari hati mereka terhadap orang-orang yang
beriman secara muthlak, termasuk juga para shahabat Nabi Saw., karena merekalah
kaum Mukmin yang paling mulia. Lanjut beliau bila ada orang tidak memohonkan
keampuanan buat mereka bahkan sampai menyelisihi mereka, maka orang tersebut
telah ditipu oleh syaithan dan akan mendapatkan kemurkaan dari Allah Swt.
Kata غِلا maknanya menurut ibn katsir بغضًا وحسدًا yakni membenci dan hasad. Buruknya lagi orang yang
mempunyai sifat dengki dan membenci ini berkembang menjadi iri hati,
menyelisihi, memusuhi, melaknati dan melakukan sesuatu yang buruk terhadap
orang yang didengkinya. Orang yang mempunyai sifat dengki biasanya bersedih
hati jika yang didengkinya mendapat kebaikan dan sebaliknya bergembira bila
yang didengkinya mendapat keburukan. Hal ini diterangkan Allah dalam firman-Nya
: “Apabila engkau disentuh (memperoleh) sedikit kebaikan, niscaya mereka
bersedih hati. Akan tetapi apabila engkau ditimpa sedikit keburukan, niscaya
mereka bergembira ria karenanya. Jika engkau bersabar dan bertaqwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. Ali ‘Imran [3] :
120)”.
Demikian buruknya
sifat dengki ini, melalui riwayat Abu Hurairah, wajar saja Rasulullah Saw
bersabda : “Jagalah kalian dari sifat dengki. Sesungguhnya perasaan dengki
itu akan memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar yang kering
(lafazh yang lain (melalap rumput)). (HR. Abu Daud)”.
Dalam kesempatan
yang lain berdasarkan riwayat Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda : “Janganlah
kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi (melongos) dan
saling memutuskan (hubungan persaudaraan). Dan jadilah kamu sekalian hamba
Allah yang bersaudara. Demikian pula, tidak dihalalkan bagi seorang muslim
mendiamkan saudarnya lebih dari tiga hari (HR. Bukhari-Muslim)”.
Sifat dengki ini
tidak boleh kecuali kepada dua golongan sebagaimana sabda Nabi Saw : “Tidak
boleh dengki kecuali kepada dua golongan. (pertama) terhadap orang yang Allah
memberinya harta yang banyak, lalu dia belanjakan untuk dihabiskan di jalan
kebaikan. (kedua) orang yang Allah memberinya ilmu yang banyak, lalu ia beramal
dengannya dan mengajarkan manusia dengannya. (HR. Jama’ah)”.
Muslim tingkatan
yang ketiga ini, diistimewakan Allah sebab : Pertama, karena mereka
adalah orang yang beriman dan tulus pula keimanan mereka. Mereka memohonkan
keampunan buat pendahulu mereka. Mereka mengikuti jejak keislaman para
Muhajirin dan Anshar. Kedua, karena mereka mempunyai hati yang bersih.
Tidak menaruh rasa dengki sedikitpun sebagaimana kaum Anshar. Hati mereka
lembut, tidak kikir apalagi angkuh, membenci dan memusuhi. Semua itu jauh
sekali dari diri mereka. Hati mereka bening dalam keikhlashan. Wajar saja mereka
ini mendapat keistimewaan dari Allah Swt. Sebaliknya orang yang tidak mengikuti
jejak pendahulu dan kotor hatinya tidak akan mendapatkan keistimewaan dari
Allah. Mereka tidak berhak mendapatkan harta fai’. Begitu pula tidak wajar
menerima santunan, infak, shadaqah zakat seandainya mereka itu susah. Imam Syaukani
menyebut mereka yang membenci para shahabat sebenarnya telah kafir.
Ibn Katsir memuji
pendapat Imam malik menyangkut kesimpulan beliau dari ayat 10 surah ini,
katanya :
وما أحسن
ما استنبط الإمام مالك من هذه الآية الكريمة: أن الرافضي الذي يسبّ الصحابة ليس له
في مال الفيء نصيب لعدم اتصافه بما مدح الله به هؤلاء في قولهم: { رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ }
“Bahwa kaum rafidhah
(sempalan Syi’ah) yang telah mencaci maki para shahabat Nabi Saw., tidak berhak
mendapatkan harta fa’i ini. Karena di dalam diri mereka tidak terdapat
sifat-sifat yang ada pada orang-orang yang telah dipuji oleh Allah; yaitu
orang-orang yang dengan tulus mendokan : ”Ya Tuhan Kami, berilah keampunan buat
kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman, dan janganlah
Engkau membiarkan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman.
Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS.
Al-Hasyar [59] : 10)”.
Ismail ibn Ulaiyyah
meriwayatkan Aisyah pernah berkata : “Kalian telah diperintahkan memohonkan
ampunan bagi para Shahabat Muhammad Saw., tetapi kalian justru mencaci-maki
mereka. Terangnya : aku pernah mendengar Nabi kalian Saw bersabda : "لا تذهب هذه الأمة حتى يلعن آخرها
أولها". رواه البغوي (Umat ini tidak akan
binasa, hingga orang-orang terakhir dari mereka melaknat para pendahulunya (HR.
Baghawiy))”.
Dalam kesempatan
yang lain melalui riawayat Ibn Mardawaih, Aisyah berkata pula : “Mereka
diperintahkan untuk memohonkan ampun buat para shahabat Nabi Saw, namun mereka
(rafidah) justru mencela mereka (Muhajirin dan Anshar). Lalu Aisyah membacakan
ayat وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ “Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka….(QS. Al-Hasyar [59] : 10)”.
Kesimpulan : Intisari Ayat
Memohonkan keampunan
buat diri mereka dan orang-orang beriman terdahulu (Muhajirin dan Anshar) serta
memohonkan kejernihan hati dari kedengkian. Kelihatannya sedikit sekali yang
menyebabkan mereka dipuji oleh Allah. Tetapi apabila kita hayati dua faktor
tersebut sebenarnya telah mencakup keseluruhan dari pengamalan Islam seseorang
muslim. Dengan memohonkan keampunan lalu mengikuti jalan hidup pendahulu dan
dengan hati yang bersih dari kedengkian, iri hati, kebencian, memusuhi,
menyelisihi dan melaknati. Apalagi yang tidak termasuk ke dalam kandungan
ajaran Islam ?. Tentu kita berharap termasuk ke dalam golongan ketiga ini.
Dengan terus menerus meningkatkan ilmu, iman, amal dan memperbaiki akhlak kita.
Insya Allah kita hidup mengikuti jejak generasi rabbaniy terdahulu.
Al-Fakir
Adh-Dha’f : Isran Bidin, MA
(Mudir
Ma’had Al-Munawwarah bi Jaami’ati Riau Al-Islamiyah)
Thursday, 23 July 2015
Monday, 13 July 2015
Thursday, 9 July 2015
Muroja'ah kembali materi bahasa Arab bersama Ustadz Arijoni, S.Ud
Saturday, 4 July 2015
Dosen Mesir Kunjungi Daurah Bahasa Arab Ma'had Al-Munawwarah UIR
Kedatangan Syekh Kholid beserta keluarga disambut oleh Mudir Ma'had Al-Munawwarah, Ustadz Isran Bidin, MA. |
Ummu Ahmad sedang melihat buku Al-'Arabiyah baina Yadaik yang menjadi pedoman dalam Pesantren Bahasa Arab ini. |
Dari kiri ke kanan : Syekh Kholid Mahmud, Ahmad bin Kholid, Ustadz Dr. H. Aprijon Efendi, Lc, MA. |
Pembukaan pembelajaran bersama Tutor Arab dari Mesir. |
Peserta Dauroh memperkenalkan diri dengan bahasa Arab. |
Istri Syekh Kholid Ummu Amal sedang memperkenalkan diri. |
Ustadz Isran Bidin, MA sedang bercengkrama dengan Ustadz Dr. H Aprijon Efendi, Lc, MA dan Syekh Kholid beserta keluarga. |
Syekh Kholid dan Syekh Aprijon Effendi berkenalan dengan para mahasantri. |
Ummu Ahmad berkenalan dengan para mahasantri-wati dan peserta Dauraoh. |
Acara pembukaan sebelum pembelajaran. |
Ummu Ahmad menceritakan keadaan di Mesir kepada para peserta. |
Peserta Dauroh bahasa Arab memberi pertanyaan kepada Ummu Ahmad tentang kesannya terhadap Indonesia. |
Peserta Dauroh melakukan percakapan dengan Syekh Kholid Mahmud Diyab Sya'yah. |
Peserta Dauroh memperkenalkan diri dalam bahasa Arab. |
Protokol memulai acara Dauroh Bahasa Arab bersama tutor dari Mesir. |
Peserta membuat kalimat Arab sederhana untuk melatih kemahiran berbicara. |
Peserta menjawab pertanyaan dari Syekh Kholid. |
Pembukaan yang dipandu oleh Aris Setiawan berjalan dengan lancar. |
Salah satu peserta Dauroh Bahasa Arab yang berasal dari luar kota Pekanbaru bertanya tentang materi bahasa Arab kepada tutor. |
Ustadz Isran Bidin, MA mengucapkan selamat datang kepada tamu yang hadir memberikan materi bahasa Arab kepada peserta Dauroh. |
Syekh Aprijon Effendi bersama Syekh Kholid Mahmud memulai pembelajaran "Bahasa Arab Mudah dan Menyenangkan". |
Syekh Kholid menuliskan kalimat bahasa Arab di papan tulis. |
Syekh Kholid meminta peserta membuat sebuah kalimat berbahasa Arab. |
Syekh Kholid memberikan pujian kepada peserta yang mampu berbicara bahasa Arab. |
Peserta membuat kalimat secara bergiliran. |
Peserta menulis kalimat yang telah diucapkan agar bisa diulang kembali dilain waktu. |